Wednesday, April 29, 2009

Enjoying blind salary


Sembari menulis postingan ini, gue menyeruput secangkir kopi panas. Ini bukan di pagi hari lho, melainkan siang hari, setelah jam makan siang, dimana kekenyangan melanda dan kantuk menyerbu, plus kantor yang dinginnya kayak kulkas. Ketahuan deh gue eating blind salary alias magabut alias makan gaji buta. Hehehe..

Ngomong-ngomong kopi, gue termasuk penyuka kopi. Ga sampai tergila-gila dan maniak sih, tapi gue membutuhkan secangkir kopi paling tidak di pagi hari untuk menjaga mata gue tetap terbuka sampai jam kantor berakhir. Melewati Starbucks atau Coffee Bean, gue selalu senang dengan aroma kopi yang tajam, hangat, menyegarkan. Di masa kecil dahulu, Papa seringkali melarang gue menyeruput sedikit aja kopinya. "Anak kecil kalau minum kopi bikin bodoh," gitu katanya. Tapi gue tetap suka mencuri-curi. Hehehe.. Uenakkk. Bodoh? Urusan belakangan deh. Hahaha..

Itulah kenapa gue terkadang agak bingung dengan teman-teman yang menyatakan ga suka kopi, atau mencium aromanya aja udah ga nyaman. Iya sih, ini soal selera, ga bisa dipaksakan atau dipertanyakan.

Bicara soal kopi, gue punya pengalaman (sebetulnya ini pengalaman seseorang sih) lucu tentang kopi. Pada waktu itu si empunya pengalaman lagi ngantuk berat. Kemudian dia mulai sibuk cari-cari kopi, dan ketemulah suatu tempat untuk ngopi di satu sudut Jakarta (dekat dengan kantor gue sekarang). Dia memesan kopi tubruk. Oke. Dan...plus es batu.

Seketika deretan tempat itu ramai dengan suara tawa orang-orang...
Sebetulnya lucunya biasa aja, tapi kalau ada yang bisa melihat raut mukanya waktu itu (kenyataannya cuma gue yang lihat) niscaya akan tertawa juga :D

Di mana anakku..? Di mana anakku..?

Hari ini (tepatnya, setengah jam yang lalu) teman gue tiba-tiba nanya soal feature baru Google, Google Latitude. Si Google Latitude ini konon kabarnya bisa melacak siapapun yang kita ingin tahu dia ada di mana. Lokasinya di mana. Gue jadi teringat, pernah baca soal ini di majalah (berhubung gue sekarang tenggelam dalam lautan majalah, gue ga tahu tuh majalah apa yang gue baca), cuma waktu itu belum sempat diulik karena sibuk.

Tadi setelah teman gue menyebutnya, gue langsung buka Google. Mau browsing, maksudnya. Pingin tahu sebetulnya dia bisa ngapain aja. Ternyata Google Latitude ini untuk menggunakannya, kita harus punya account Google dulu, yang mana gue ga punya. Kemudian kita bisa invite teman, sahabat, keluarga, kolega, siapapun untuk bergabung dengan Google Latitude.

Yah gitu deh kira-kira. Gue kan ga dibayar oleh Google Latitude untuk mempromokan featurenya :P

Anyway, lucu juga sih feature ini. Buat lucu-lucuan, seru memang. Mungkin penting bagi orang tua yang anaknya suka ngilang-ngilang. Apalagi di jaman serba ga aman seperti sekarang. Untung jaman gue kanak-kanak dahulu ga ada feature gini-ginian. Hehehe..
Fetaure ini mungkin penting juga buat pasangan yang rumah tangganya gonjang-ganjing gara-gara pihak ketiga atau gara-gara salah satunya suka mabuk atau apa. Gosip banget sih ya.

Namun, personally, gue ga mau lokasi gue berada bisa dilacak oleh orang-orang, siapapun itu. Ga bisa kabur dari klien, ga bisa kabur dari atasan, ga bisa kabur dari orang yang ga pingin gue temui. Ngaku ajalah, sering juga kan kita malas, jangankan dihubungi (biar berdering-dering sampai gila tuh telepon, ga bakalan diangkat) ini apalagi diketahui keberadaannya.

Apalagi dengan gebetan, pacar, whatsoever it's named, pada awalnya mungkin asyik menuntaskan rasa penasaran kita dengan mengetahui dia ada di mana. Tapi kalau dibalikin, gue sih ga mau dilacak atau diketahui gue ada di mana. Even oleh gebetan, pacar, kekasih atau apapun itu namanya. Perhatian sih boleh, senang banget malah diperhatiin, tapi kalau sampai dicari lewat Latitude, namanya kelewatan. Berarti dia ga percaya sama gue. Toh gue juga kan ga akan berlaku aneh-aneh atau pergi ke tempat yang aneh-aneh, lagipula biasanya saling kabari ada di mana. Vice versa, seharusnya kita juga belajar percaya dengan dia, kan?

Eits, bukan berarti gue mengalami 'teror' itu ya. Sama sekali ngga. Malah kadangkala percaya banget (kalau 'terlalu percaya' konotasinya jelek), sama-sama saling percaya aja...

That's the point of being in relationship kan? Komunikasi dan saling percaya.
Hehehehe, sedikit jadi ga nyambung.

Hanya berbagi cerita.