Saturday, June 28, 2008

Few inspirational quotes

Master Ooguay says, "Yesterday is history, tomorrow is a mystery, but today is a gift. That is why it is called the present."

Master Ooguay says, "You just need to believe."

I like this movie. I've watched it twice, and still couldn't resist Po's charms :) A kind of movie I will never get bored to watch again and again. It is funny I cannot stop laughing, but also full of inspirational and wise quotes.

Wednesday, June 25, 2008

Menanti-nanti..

Dalam masa penantian akan sesuatu, pernahkah disadari bahwa ada hal positif lain yang bisa ditemukan selain belajar sabar dan belajar untuk terus memupuk pengharapan? Gue baru menemukannya baru-baru ini. Sesuatu yang cukup sulit untuk ditemukan, namun ketika menemukannya, sangat membantu mem-'boosting' harapan, dan bisa bikin makin semangat.

Hal positif lain itu adalah bahwa yang akan dicapai itu justru semakin dekat, seiring dengan berjalannya waktu. Tujuan itu bukanlah sesuatu yang justru akan makin jauh seiring dengan semakin majunya kita.

Pengalaman dari satu interview ke interview lainnya, di satu sisi cukup membuat gue hampir putus asa. Bukan menyerah. Putus asa adalah ga tahu mau melakukan apa lagi, sementara menyerah adalah jatuh ke pihak yang berlawanan. Call me stupid, tapi gue samasekali ga tahu kalau menyerah dalam nyari kerjaan, mau menyerah ke mana gue? Lebih bagus kalo sekalian merugikan hidup, tapi dalam hal ini menyerah berarti berada dalam keadaan stagnan. Ga ke arah positif, dan ga juga ke arah negatif. Jadi, daripada ga jelas, sementara pilihan yang tersedia cuma dua antara mau terus berjuang dan menang atau yang ga jelas tadi, mendingan terus berjuang, betul? Anyway. Permainan psikologis kata-kata.

Di sisi lain, gue percaya ada satu tempat yang terbaik bagi gue dan waktu terbaik yang udah dijadwalkanNya buat gue. Yang perlu gue lakukan adalah terus berharap, terus berjuang, terus semangat. Dan di sinilah gue menemukan hal positif itu, bahwa sebenernya gue semakin mendekat ke 'situ'. Misalkan ada patokan 10 meter. Kemajuan tiap 1 meter melambangkan satu demi satu interview yang dilalui. Maju semeter, sisa sembilan. Maju tiga, sisa tujuh. Pada yang kesepuluh.. Tadaaaa!

Siapa yang tidak akan jadi bangkit semangatnya kalau tahu bahwa tujuannya semakin mendekat?

Sunday, June 22, 2008

Lamunan

Salah satu lamunan yang paling gue gemari adalah membayangkan apa jadinya seandainya gue bukan gue sekarang ini. Apa jadinya kalau nama gue bukan Joyce, gue bukan terlahir sebagai bungsu dari dua bersaudara, gue bukan berdarah Batak-Jawa-Sunda, gue bukan Sarjana Ekonomi, gue ga lahir di Solo, bukan pada tahun 1981, gue bukan alumni Unpar, bukan alumni PSM Unpar (sebenernya gue masih anggota, mengingat keanggotaan di PSM Unpar bersifat seumur hidup), bukan orang Indonesia, dan sejuta 'bukan' lainnya.

Setelah gue coba mengingat-ingat, entah kapan gue mulai sering membayangkan hal ini. Mungkin karena gue suka traveling, gue suka melamunkan bahwa gue penduduk tempat dimana gue menginjakkan kaki pada saat itu.

Hanya andai-andai:
Gimana kalau seandainya gue terlahir dengan ras bule di bagian dunia yang sub-tropis? Misalnya di Australia. Mungkin saat ini gue udah menyandang gelar Master dari Monash University. Pengusaha wanita muda yang sukses, tinggal di apartemen kelas atas di tengah kota. Atau mungkin gue udah menikah, tinggal di rumah yang halamannya hijau luas, dengan dua atau tiga anak yang lucu-lucu. Atau mungkin gue bisa main piano! Atau mungkin gue punya profesi traveller yang pergi ke mana-mana tapi dibayar. Mungkin gue nyanyi-nyanyi juga seperti sekarang, bahkan ikut lomba dan bersaing dengan PSM Unpar! Dan sejuta andai-andai lainnya.

Memang, andai-andai akan selalu indah. Ga mungkin banget mengandaikan yang jelek-jelek, apalagi mengenai diri sendiri.

Tapi kemudian gue sadar.. Ada tujuannya gue diciptakan Tuhan seperti ini. Mungkin gue adalah alatNya, diutus olehNya di Indonesia ini, di lingkungan rumah gue di Percetakan Negara, di tempat-tempat yang gue singgahi. Tuhan menciptakan gue terlahir dengan nama Batak, darah Jawa, pipi tembem, lulusan FE Unpar yang kuliahnya 7 tahun (gue tidak menyesal lho), anggota PSM (yang bahkan saat ini gue ga bisa lagi ikut jalan-jalan ke Eropa), dua bersaudara, lahir di Solo tahun 1981, kecil di Bandung dan sekarang mencari hidup di Jakarta,...dan sejuta hal lainnya yang terjadi atas diri gue. Baik maupun buruk. Suka maupun duka. Tawa maupun airmata.

Gue sangat bersyukur, intinya. Kalau mau diterusin, list di atas ga akan muat di ratusan posting sekalipun. Segala perkara yang terjadi dalam hidup gue, menyenangkan atau tidak, mudah atau sulit, semuanya dikasih Tuhan untuk membentuk gue menjadi seperti sekarang ini, dan proyekNya ini belum selesai...

Thursday, June 19, 2008

Efek BBM


Kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu memang dilematis. Di satu sisi, dalam jangka panjang kenaikan itu dimaksudkan untuk mendongkrak atau memperbaiki perekonomian negara. Di sisi lain, kenaikan ini menyusahkan rakyat. Kenaikan harga BBM membuat harga bahan makanan melonjak naik; harga barang-barang secara umum naik, gejala terjadinya inflasi; biaya transportasi naik, juga menjadi penyebab harga barang naik karena ada budget lebih yang dibutuhkan untuk memproses bahan mentah menjadi bahan jadi; titik pertemuan antara budget constraint, income dan spending makin susah didapat – kenapa ya dulu susah banget lulus mata kuliah ini? – dan akibat-akibat lainnya. Tampaknya memang lebih banyak dampak buruknya yang dialami sekarang ini. Belum lagi lay off alias PHK. Berbuntut kemiskinan. Ga ada tabungan. Akhirnya? Vicious circle of poverty.

Efeknya ke gue? Ga kalah banyak. Yang paling kerasa adalah bensin. Wah! Dengan mobil yang pake bensin pertamax, astaga naga deh. Orang sih bisa bilang kan gaji juga ikut dinaikin, tapi hei, gue pengangguran yah. Just for information.

Anyway, bukan itu sebenernya topik yang mau gue angkat, tapi akibat kenaikan itu salah satu penghematan besar-besaran yang gue lakukan adalah dalam hal transportasi secara umum, ongkos Jakarta-Bandung secara khusus. Gila aja, masa travel sekarang Rp70.000? Belum ngitung ongkos ke poolnya lho. Bolak-balik? Kali aja dua. Andaikan seminggu sekali, dan dalam sebulan hampir Rp600.000 hanya untuk travel doang? Belum pengeluaran-pengeluaran yang lain.

Berbekal tekad berhemat, perjalanan gue terakhir kali ke Bandung menurut gue cukup menjaga isi dompet. Berangkat dengan nebeng orang – not hitch hiking, please – dan di Bandung gue ke mana-mana naik angkot. Pulang ke Jakarta, inilah pertama kalinya gue naik kereta api lagi setelah tiga tahun lamanya ga pernah naik kereta lagi. Pertama kalinya melihat jalan tol Cipularang dari kejauhan di atas jembatan Sasak Saat.

Berangkat ke stasiun dengan angkot, nyampe di Jakarta turun di Jatinegara dan pulang naik angkot. Totalnya? Udah include ongkos angkot, Rp40.000 sajah!

Tuesday, June 10, 2008

Dua tahun insiden Legnano



Dua tahun? Yup.. It's been two years sharp.

Sebenernya postingan ini ga terlalu penting juga, namun buat gue tetep penting. Salah satu kejadian terpenting dalam kehidupan gue.

Kenapa penting? Banyak alasan:
1. Pertama kalinya gue dijahit, di ubun-ubun pula. 5 jahitan.
2. Pertama kalinya gue diangkut ambulance, di Italia pula.
3. Salah satu keajaiban Tuhan bahwa gue ga pingsan, ga gegar otak, tengkorak gue ga retak, padahal gue kejatuhan papan segede goblok tepat di puncak kepala, dan gue begitu dekat dengan kematian. Dengan darah bercucuran, gue masih bisa ngegebet paramedisnya yang ganteng. Hahaha..
4. Salah satu keajaiban Tuhan bahwa gue dikelilingi malaikat-malaikat alias teman-teman baik gue yang sampe menyusuri lika-liku Legnano dini hari, dan begitu sampe rumah sakit ternyata gue udah kelar dijahit dan siap pulang. Terimakasih ya teman-temanku.. Terimakasih ya Tuhan atas teman-temanku..

Sebetulnya banyak sekali berkat yang terjadi pada gue hari itu, terlalu banyak sampe ga bisa gue list satu persatu. Padahal waktu itu gue bener-bener bukan teman yang baik bahkan bagi teman-teman gue sendiri, dan gue lagi sangat nyebelin.

Hmmm...
Hanya mengenang-ngenang. Tahun lalu gue secara mendetil menuliskan runutan kejadiannya dalam tiga kali posting, Legnano (part 1), Legnano (part 2), dan Legnano (part 3).

Dan gue tetap tersenyum-senyum sendiri bacanya :)

Monday, June 2, 2008

my perfect scene


...still beautiful, isn't it?
...still breath-taking, isn't it?
...still mixing my emotions.

My perfect scene. One of many things I am longing for having it again..
It was wonderful when I enjoyed it alone. It’ll be indescribable to have it in togetherness..

Sunday, June 1, 2008

Masalah..dan masalah..

Orang hidup ga pernah jauh dari masalah? Ya, gue tahu. Masalah selalu ada. Seiring pertumbuhan dan kedewasaan gue, masalah menjadi lawan sekaligus kawan. Masalah ikut dalam pembentukan pola pikir dan karakter. Gue ga suka dengan masalah, tapi harus diakui bahwa masalah adalah salah satu yang bisa membentuk gue sampai sebegini. Lewat masalah, gue belajar untuk membedakan mana yang benar mana yang salah; kalau ada yang salah, gue coba perbaiki dan ga diulangi, kalau benar, gue pertahankan dan jadikan kebiasaan baik.

Masalah membuat gue lebih menghargai dan mensyukuri apa yang ada pada gue. Baik atau buruk, sedikit atau banyak, masalah turut membangun diri gue sekarang ini.

Dari segi spiritualitas? Masalah adalah hal yang Dia kasih dalam gue membangun relasi yang lebih intens dengan Dia. Sebuah ujian untuk membentuk gue. Ujian yang menyenangkan, selama gue bertekad untuk ga menyerah dan tetap lihat tujuannya. Ujian yang lucu, karena yang ngasih ujiannya justru ngasihtahu gue jawabannya. Kalo aja selama gue sekolah n kuliah dulu tiap ujiannya kayak gitu, wuah… Tapi sekaligus ujian yang sungguh berat, karena menantang ketahanan. Ujian yang berharga, karena mendatangkan kebaikan.

Betul bahwa Tuhan menguji gue dengan masalah supaya gue makin deket denganNya. Betul bahwa Dia manggil-manggil gue salah satunya melalui masalah. Bukan berarti dalam keadaan senang gue punya excuse untuk boleh lupa.

Yup, tiap orang punya cara sendiri gimana melihat masalah. Ga berarti boleh sombong punya masalah besar atau lain daripada yang lain, atau sombong kalau bisa lewatin itu.

Tapi masalah yang belum lama ini menerpa gue rasanya menguras tenaga, perasaan dan pikiran gue, terutama di awal. Sangat melelahkan, depresif dan bikin frustrasi. Semua pikiran-pikiran negatif dan ketakutan-ketakutan terus bermunculan. Ada kalanya gue sampai sulit bernafas, dalam arti sebetulnya. Gue ‘kabur’ dari rumah untuk bisa mengalihkan pikiran gue. Memang ga menyelesaikan masalah, tapi membantu gue untuk melihat masalah dari perspektif yang lain.

Setelah beberapa saat dan gue pulang, gue mulai bisa berpikir dan nemuin hal-hal baik dari balik masalah ini. Ketakutan-ketakutan gue pun ga terbukti. Kini gue mulai melihat titik-titik terangnya, dan semoga Dia berkenan segera ngelewatkan ini dari gue. Rasanya sekarang gue bisa bilang ini mulai membaik. Walau yang baik itupun gue masih belum tahu apa. Pokoknya baik.

Kemudian gue melihat masalah-masalah yang dihadapi orang-orang di sekitar gue. Ada teman yang bergumul dgn ujian sementara ayahnya dirawat di RS, ada teman yang berjuang tinggal sendiri di negeri orang dengan segala kesulitannya, ada teman yang perjuangannya melahirkan menempatkan dia bener-bener di antara hidup dan mati, ada teman yang pergumulannya betul-betul luar biasa dan sedang dipulihkan, ada teman yang hampir kehilangan kewarasannya dan kacau-balau karena pola didik keluarga, ada teman yang jatuh-bangun memperjuangkan rencananya menikah berbeda keyakinan, ada teman yang ditentang pacaran oleh orangtuanya karena beda keyakinan, dan segudang teman-teman dengan masalah masing-masing.

Lalu…
Gila, apalah masalah gue dibanding masalah mereka…

..I will sing..

Gue inget jaman masih aktif-aktifnya di PSM, jauh sebelum 'sense of belonging' gue memudar karena satu dan lain hal - sepertinya fakta ini kurang penting -, kita pernah vocalizing dengan melagukan,

"I will sing, I will sing a song unto The Lord.."

sampai selesai satu rangkaian, trus naik setengah, trus naik lagi setengah.. Yah itulah intinya vocalizing, bukan?

Anyway..
Tadi pagi di gereja gue tersentuh saat seorang nenek melantunkan pujian sebagai kesaksian, solo, dengan irama keroncong. Umurnya kira-kira 70an. Beliau menyanyikannya begitu manis, suaranya lembut, dan yang membuat gue terkagum-kagum, tidak ada satupun not yang meleset, dan tidak sekalipun beliau kehilangan tempo. Padahal masih pagi. Ga ada yang kurang tinggi, kurang rendah, atau dengan kata lain pitchnya terjaga bagus sampai akhir lagu. Padahal yang kita perhatikan selama ini, orang-orang tua kalau nyanyi pitchnya udah mulai kemana-mana. Si nenek ini sepertinya sedari masa mudanya udah sering nyanyi, walaupun beliau bukan penyanyi. Luar biasa bahwa Tuhan masih ngasih semua itu buat si nenek, walaupun rambutnya udah putih semua.

Dan tiba-tiba terlintas di benak gue..
"Apakah gue sampai nanti setua itu masih akan tetap bernyanyi?"