Tuesday, July 29, 2008

Tuhan..

Tuhan,
pada saat ini aku tidak bisa ada bersamanya untuk menghiburnya,

karena itu aku naikkan permohonan supaya Kau mau menggantikan aku untuk ada di sampingnya, mendampingi dan menghiburnya.

Cuma Bapa yang aku percaya, dan Bapa jugalah kepada siapa aku percayakan dia. Tidak ada yang lain. Karena jika seandainya pun aku bisa bersamanya, penghiburan dan dukunganku tidak ada artinya dibandingkan yang bisa Kau berikan padanya. Yang Kau bisa lakukan pasti berlipat-lipat lebih banyak dan lebih indah. Lebih ajaib dan lebih mengagumkan.

Tuhan yang baik hati, kerahkanlah sepasukan lagi malaikat-malaikatMu untuk menghibur dan melepaskannya dari ketakutan. MalaikatMu yang paling jago nyanyi, paling jago main musik, paling jago menghibur, kiranya mau mengelilinginya dan mengganti kedukaan dengan sukacita.

Tidak apa-apa jika Tuhan melonggarkan sedikit pengawasanMu atasku, dan memakainya untuk memberi pengawasan dan perhatian dan perlindungan lebih untuknya. Aku rela.. Yang penting, dia yakin bahwa Tuhanlah kekuatannya, penghiburannya, pertolongannya, tempat persembunyiannya.
Hanya kepadaMu, Bapa, aku titipkan dia..

Sunday, July 27, 2008

Mimpi


Gue udah ga inget lagi kapan gue tidur tanpa mimpi. Kata temen gue, itu pertanda lagi banyak pikiran. Ga bener-bener tidur. Dan harus diakui, bikin sebel. Udah mah gue orangnya susah tidur alias insomnia, harus pake ditambah bermimpi pula. Bukan gimana-gimana sih, masalahnya mimpi gue tuh aneh-aneh, absurd, ga jelas jalan ceritanya, potong-potong kayak puzzle, dan beberapa bikin kesel. Masa setelah konser udah lewat beberapa hari, bisa aja gue mimpinya dimarah-marahin 'Koko' conductor tersayang :(

Dan banyak sekali mimpi yang kalau diinget-inget lagi, membuat alis gue terangkat dan kening berkerut. Aneh banget, ga masuk akal, dan banyak orang-orang yang udah lama banget gue ga pernah ketemu lagi. Yang lebih aneh lagi, mereka ini ada di dalam scene yang konteksnya samasekali ga ada hubungannya dengan mereka.

Tetapi kemarin untuk pertama kalinya setelah sekian waktu, gue terbangun dan tersenyum. Mimpi yang indah. Menyenangkan. Rasanya begitu nyata, bahkan sampai pada saat gue terbangun, seolah bener-bener terjadi. Memang bukan pertama kalinya gue mimpi bersama-sama dengan seseorang - dan mimpi-mimpi itu juga menyenangkan :) - tapi mimpi yang satu ini betul-betul membuat gue ga bisa berhenti tersenyum..

Senangnya kalau jadi kenyataan :)
Ayo tidurrrrr... Zzzzzz...

Friday, July 18, 2008

Deadline

Few days ago during dinner with friends, we talked and discussed so many things about deadline, what to do about it, how we can manage it, how to reach it, all stuffs related to deadline.

What is a deadline anyway?
Wikipedia says deadline is time limit: general depicts a narrow field of time that some sort of objective or task must be accomplished by. In project management, deadlines are most often associated with milestone goals.

There are many goals we (I) should accomplish within certain period, called deadline. Although sometime it seems too difficult for me to create my own deadline(s) - too many things to be considered and counted as the limit - the deadline still should be made and created, and of course to be obeyed and achieved perfectly.

Keterbatasan

If a man could be two places at one time
I'd be with you
Tomorrow and today
Beside you all the way


Itu adalah sepenggal lirik lagu 'If' yang dipopulerkan grup musik Bread tahun 1971. Lebih dari 30 tahun yang lewat. Tapi bukan itu yang mau gue angkat di postingan ini.

Bait itu mengatakan, kalau saja seorang pria bisa ada di dua tempat berlainan pada satu waktu yang sama, ia akan bersama dengan kekasihnya besok dan hari ini. Mustahil? Yup. Tentu saja.

Di dalam segala keterbatasan kita sebagai manusia, ingin rasanya bisa ada di beberapa tempat pada satu kurun waktu yang sama. Tapi bukan bicarain kloning ya. Bukan juga bicara soal membelah diri seperti amoeba. Mungkin gue terlalu menggeneralisasi dengan menyebut 'kita'. Tapi gue pribadi, ada saat-saat tertentu dimana gue ingin terus bisa bersama seseorang yang gue sayangi, tanpa terpisah jarak, waktu, kota, dan sebagainya. Contohnya kalau dia sedang bersedih, gue ingin bisa ada di sampingnya dan menghibur dia, menyenangkan dia, mendukung dia, namun pada ketika itu gue sedang di luar kota, misalnya.

Apakah pernah disadari bahwa kita memang sedemikian terbatasnya dalam segala hal? Kita dibatasi waktu, jarak, tempat, bahkan dibatasi tubuh kita sendiri. Berbagai dimensi yang ada membatasi kita. Kita terkungkung dalam itu semua. Kadang-kadang itu begitu depresif, membuat kita frustrasi, karena kita ingin melakukan lebih namun tidak bisa. Karena adanya batas-batas tersebut.

Di situlah kita kemudian belajar untuk tidak mengandalkan diri sendiri. Bodoh banget kalau mengandalkan kekuatan sendiri. Jelas-jelas kita begitu terbatasnya, masih keukeuh pula mau ngelakuin hal-hal yang kita ga bisa. Kegagalan adalah akibat yang paling mungkin terjadi. Perlu dicatat, gue bukan bilang orang ga boleh punya percaya diri, lho. Justru harus punya. Tapi yang perlu diingat, kita punya semuanya itu pun adalah pemberian Tuhan. Mintalah supaya kita dimampukan untuk mengelolanya dengan baik.

Di situlah kita kemudian belajar untuk menggantungkan dan menyerahkan dan mengandalkan semuanya pada Tuhan. Kurang ajaib apa lagi Dia? Dia samasekali ga terbatas apa-apa. Apalagi tubuh. Yang buat kita merupakan penghalang besar yang sulit dilalui, buat Dia samasekali ga ada apa-apanya. Dengan satu tiupan kecil napasNya, orang diberi kehidupan. Kalau mau mindahin gunung, hanya dengan ujung jari Ia bisa. Berada dalam seratus tempat dalam satu waktu, tentu mudah banget.

Di situlah kita kemudian belajar untuk percaya pada pendampingan, penyertaan, perlindungan Tuhan. Ia tidak akan membiarkan siapapun celaka, sakit, jatuh.

Itulah kenapa jika gue ingin sekali mendampingi dan menguatkan seseorang yang misalnya sedang bersedih hati atau galau dan gue ga bisa hadir di sana, gue minta Tuhan yang menggantikan gue. Apalagi, penghiburan dan pertolonganNya berlipat-lipat jauh lebih besar daripada apa yang bisa gue berikan seandainya pun gue bisa ada di dua tempat pada satu waktu (ya iyalaaah, justru Dia sumbernya).

Istilah slang gue, titipin aja semuaNya pada Tuhan :)

Wednesday, July 16, 2008

Lagi dan lagi..

Lagi dan lagi. Kayaknya gue ga pernah bosan menuliskan topik ini.

Salah satu hal yang gue sukai adalah ketemu dengan orang-orang baru. Gue suka membangun jaringan atau network, melanjutkan hubungan dari hanya sekedar relasi atau kenalan menjadi seorang teman atau sahabat. Di wawancara-wawancara kerja yang gue jalani, meeting new people, building and maintaining network and relationship adalah selalu menjadi salah satu hal yang gue tonjolkan kalau ditanya apa kelebihan gue.

Dalam kehidupan kita, kita sangat sering bertemu dengan banyak sekali orang. Bersinggungan dengan banyak sekali orang. Orang datang dan pergi di kehidupan kita dengan berbagai cara. Sebagian manis, sebagian pahit. Namun gue yakin kita akan menyetujui bahwa kalau kita yang jadi 'orang yang datang dan pergi' itu, kita pasti ingin punya kesan baik.

Baru-baru ini misi gue bertambah dalam hal gaul-bergaul ini. Gue pingin melakukan sesuatu yang lebih. Bukan lagi hanya sebatas membina hubungan baik, bukan lagi sebatas hubungan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan, anyway that's what friends are for, kan?) tetapi berkembang menjadi 'gue pingin membawa pengaruh positif dalam kehidupan orang ini'. Membawa perubahan-perubahan baik dalam hidup seseorang yang gue temui. Menjadi berkat dan saluran berkat bagi seseorang yang gue temui.

Klise?
Mungkin. Yang gue ingin sampaikan sebetulnya lebih dari ini. Tuhan ngasi gue kesempatan untuk bertemu orang-orang. Gue pingin sebaik-baiknya menggunakan kesempatan itu untuk membawa kebaikan bagi orang-orang tersebut. Dipakai Tuhan untuk menyalurkan berkatNya dan damai sejahteraNya.

Sounds wonderful, isn't it? Jadi, mari kita sama-sama berlomba menjadi pembawa kebaikan bagi orang-orang sekitar kita.

Gue akan sangat terberkati dengan menjadi pembawa berkat.
I don't need any payment, I already have my return :)

Monday, July 14, 2008

Ada masanya..

Ya, memang. Untuk segala sesuatu ada masanya. Tidak perlu kuatir, tidak perlu galau, tidak perlu takut. Yang terpenting adalah selalu berserah diri dan percaya pada pimpinanNya, pada pendampinganNya. Tetap setia dan tekun, penuh pengharapan. Akan ada masa-masa yang baik, akan ada juga masa-masa yang tidak terlalu baik. Namun satu hal yang pasti, Tuhan akan menjadikan segala sesuatunya menjadi yang terbaik untuk kita.

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya (Pengkhotbah 3: 1). Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari (Pengkhotbah 3: 4). Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir (Pengkhotbah 3: 11). Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya (Pengkhotbah 7: 14).

Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk (Ayub 2: 10)?

"Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan (Yesaya 41: 10)."

Jadi,
Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur (Filipi 4: 6).

Friday, July 11, 2008

Identitas

Annie Braddock, si Nanny di film 'The Nanny Diaries', terpaku di kursi saat wawancara kerja, bingung bagaimana menjawab pertanyaan sederhana, "Who is Annie Braddock?" Sampai akhirnya ia keluar ruangan tanpa bisa menjawab.

Krisis identitas?
Bagaimana mungkin seseorang ga tahu siapa dirinya? Apa dan siapa yang dia lihat sebagai gambaran dirinya, apa yang ingin dia raih? Tujuannya?

Sebagian orang akan berpikiran itu tolol, sebagian orang akan setuju bahwa ada masa-masa di kehidupan mereka dimana mereka mengalami hal yang sama. Bukannya ga tahu apa yang sedang dilakukannya, bukannya ga tahu siapa dirinya, bukannya ga tahu apa yang diinginkannya, namun bahwa kadang-kadang mereka kehilangan pegangan, kehilangan arah, kehilangan aktualisasi diri, itu yang terjadi.

Dua pekerjaan terakhir yang gue peroleh, satu gue tinggal dengan walkout, dan satu lainnya di-walkout setelah selesai training hari pertama. Apakah memang kualifikasi gue cuma cukup untuk jenis kerjaan yang seperti itu? Sementara pekerjaan yang gue inginkan dan harapkan bisa gue raih, entah gimana kabarnya sekarang. Dua minggu genap berlalu hari ini, dan tidak ada kabar. Di satu pihak gue harus tetap semangat dan penuh harapan, namun di lain pihak gue begitu down gara-gara dua pekerjaan itu sehingga gue kehilangan semangat dan jadi malas.

Dalam keseharian, gue menikmati hari-hari bebas dimana gue bisa bangun siang, mandi siang, baca buku seharian di kamar sambil muter CD atau nonton televisi, atau browsing internet berjam-jam, memang, gue sungguh-sungguh berada di tengah-tengah comfort zone yang superstagnan, tetapi ada masanya juga gue menjadi begitu bosan dan ingin melakukan sesuatu yang lebih. Bosan tidak melakukan apa-apa, bosan tidak menghasilkan apa-apa.

Dalam rencana hidup jangka panjang, banyak yang ingin diraih. Untuk itu harus ada semangat, optimisme. Namun ada juga masa-masa dimana gue kuatir gue ga bisa meraihnya satu-persatu dalam tenggat waktu tertentu, hingga semangat itu terkulai. Rasa-rasanya seribu mimpi itu angan-angan muluk belaka.

Dalam mencari hiburan dan berbagi kesenangan, biasanya selalu ada tujuan jelas. Mau ke mana, mau ngapain, mau lihat apa, mau lakukan apa, jam berapa. Tetapi ada masa-masa dimana gue begitu galau dan terganggu oleh hal-hal lain, pikiran-pikiran lain daripada menikmati waktu yang sedang dijalani, sehingga semua rencana jadi berantakan, hiburan dan kesenangan pun hilang. Bingung mau ngapain, bingung mau ke mana. Tidak ada keputusan. Keputusan apa? Pilihan pun ga ada. Membuat pilihan pun sulit rasanya. Malas berpikir. Akhirnya semua jadi terasa dipaksakan. Acara jalan-jalan kali ini tidak begitu menyenangkan. Dan kegundahan sana-sini membuat gue jadi kehilangan cara berpikir dewasa, dan jadi kekanak-kanakkan.

Krisis identitas?
Di saat semua orang udah maju, teman-teman udah sukses atau paling tidak sedang menempuh kuliah lanjutan, rencana menikah, udah menikah, apapun itu terserah, gue masih di sini-sini aja. Stagnan. Stuck. Macet. Mandek. Tidak jelas. Tidak jelas mau ngapain, tidak jelas apa tujuan, jangankan jangka panjang, jangka pendek aja ga jelas, tidak jelas apa yang mau diraih, tidak jelas mau lakukan apa, tidak jelas mau membuat pilihan apa, membawa ke tidak jelas mau memutuskan apa...

Dan segalanya menjadi tidak jelas.

Sunday, July 6, 2008

Menjaga hati, mata dan lidah

Menjaga hati.

Lagu ini dipopulerkan baru-baru ini oleh Yovie And Nuno. Tapi bukan soal lagu itu yang menarik perhatian gue akhir-akhir ini. Hanya aja setiap kali gue denger lagu ini, gue seperti diingatkan lagi dan lagi bahwa gue harus menjaga hati. Namun bukan menjaga hati dalam hal yang berkaitan dengan perasaan terhadap seseorang, lho (walau tentunya itu pun akan gue jaga sebaik-baiknya). Gue akan coba tuliskan argumentasi gue kenapa menjaga hati itu penting, dan apa hubungannya dengan mata dan lidah.

Mata adalah jendela hati.

Melalui mata, terlihat apa yang ada di hati. Pernyataan ini bisa berlaku secara harafiah, bisa juga dalam arti kiasan. Gue sendiri bukan orang yang bisa memakai mata sebagai jendela hati ketika gue berhadapan dengan seseorang, karena gue lebih suka punya pemikiran positif akan seseorang ketimbang menyelidiki gimana matanya memandang. However, gue sendiri adalah orang yang hatinya mudah dilihat dari cara gue memandang. Kata temen-temen gue sih, keliatan dari mata gue apakah saat itu gue sedih, gembira, marah, semangat, dsb. Intinya adalah, kejujuran, kebohongan, perasaan di hati itu tercermin dari mata. Dalam artian harafiah, keliatan juga dari mata apakah hati atau liver kita dalam keadaan sehat atau tidak. Buktinya, kalau orang sakit hepatitis akan terlihat dari warna matanya yang kuning.
Namun, yang menjadi perhatian gue adalah dalam artian kiasan. Selain argumen di atas, mata juga bisa menjadi cermin yang sebaliknya. Contohnya, kalau kita melihat sesuatu tidak sesuai dengan keinginan kita. Kita pesen smoothies strawberry, munculnya juice strawberry. Gue sih, hati gue jadi cenderung tidak terjaga karena gue lalu jadi kesel, ngomel-ngomel sama waiter/waitressnya. Maksud gue, instead of coba bersabar dan nanya baik-baik kenapa bisa lain dengan pesenan kita.

Lidah adalah jendela hati.

Ini sebetulnya hal yang membuat gue tertarik untuk menuliskan posting ini. Mulanya karena renungan harian yang gue baca beberapa hari yang lalu tentang mulut. "Mulutmu harimaumu," gitu katanya. Kata-kata yang keluar dari mulut kita ibarat harimau: sangat berkuasa. Ucapan hakim di pengadilan bisa menentukan hidup matinya seorang terdakwa. Ucapan seorang pejabat bisa memengaruhi nasib rakyat. Ucapan pengusaha pada rekannya dapat membuat transaksi bisnis jadi atau batal. Ucapan seorang pria pada kekasihnya bisa membuatnya tersanjung atau tersinggung. Sekali salah ucap, akibatnya bisa gawat! Mengucapkan apa yang tidak perlu atau tidak pantas. Mengendalikan lidah memang lebih sulit daripada mengendalikan api atau menjinakkan binatang. Tanpa dikekang, lidah bisa menjadi liar. Kadang mengucapkan berkat, kadang kutuk. Tidak konsisten. Jadi, belajarlah mengekang lidah. Berpikirlah lebih dulu, baru berbicara. Saring dulu, baru ucapkan. Lebih penting lagi: jagalah hati agar selalu murni. Sebab apa yang keluar dari mulut, berasal dari hati (Matius 15:18, dikutip dari Renungan Harian, 3 Juli 2008). Nah, inilah maksud gue bahwa lidah adalah jendela hati.

Perenungan ini cukup menampar gue sendiri. Apalagi gue adalah orang yang lebih sering mikir belakangan, ngomong duluan. Menjaga hati juga menjadi sangat penting. Menjaga untuk tetap taat, disiplin, takut sama Tuhan. Menjaganya untuk kudus, tetap berkenan, tetap digerakkan untuk melakukan hal yang berkenan, yang baik, penuh kelembutan, pengendalian diri, empati dan ga egois, dan banyak hal. Menjaganya untuk tetap percaya dan menyerahkan segalanya kepadaNya, bukan saja diri, hidup, tapi juga masalah, kekalutan, ketakutan, kesedihan.

Sekali lagi, dan itu akan berulang-ulang kali lagi menampar gue.

Friday, July 4, 2008

Unpar Choir goes to International Competition in Choral Singing

Pada saat gue menuliskan posting ini, sejumlah teman-teman gue yang tergabung di PSM Unpar sedang bersiap-siap menghadapi salah satu dari tiga kategori yang akan mereka ikuti dalam International Competition in Choral Singing di Spittal An der Drau, Austria. Sekitar empat jam lagi mereka akan bertanding di kategori folksong, tepatnya pukul 7.30 waktu setempat (di sana beda 5 jam dengan Indonesia). Disusul besok pagi kategori lagu wajib, dan besok malam lagu bebas.

Pasti rasanya lagi ga keruan. Deg-degan ga jelas, bolak-balik partitur, mondar-mandir tegang, dsb. Belum lagi katanya choir-choir lain bagus-bagus. Hehehe..

Berjuanglah, teman-teman! Dari sini gue cuma bisa bantu dengan doa, semoga kalian tampil maksimal, sebaik-baiknya, dan yang terbaik juga yang didapat. Selesaikan kemenangan kalian! Buat gue, kalian udah menang dengan bisa berangkat, bisa nyampe selamat di sana, bisa lolos seleksi untuk ikut lomba ini, bisa melakukan berpuluh-puluh kali konser di sana. Jadi, tuntaskan kemenangan kalian! Tampilkan yang terbaik!

God bless you, guyz..