Sunday, August 31, 2008

Aku dan penghuni rumahku

Mau bilang bahwa rumah gue jorok, bilanglah. Gue kasih kesempatan sebesar-besarnya sekarang.

Gue tahu banget sih, selain nyokap, kakak gue dan gue sendiri, ada juga penghuni-penghuni lain di rumah gue. Wueits, jangan mikir yang serem-serem ya. Ini juga serem sih, tapi mohon dicatat konteks seremnya beda.

Memang, populasi manusia di sini cuma tiga. Satu, sekarang ini. Dengan tega gue ditinggal sendirian di rumah, merana dan sebatang kara, dua manusia lainnya pergi ke Bandung.

Anyway. Jadi melenceng. Nah, sementara gue mengendap, berhibernasi sendirian di kamar dan cuma keluar kalo cari makanan dan kamar mandi, penghuni-penghuni lain bersenang-senang. Dan gue sebel banget. Bukan karena mereka bersenang-senang tanpa ngajak gue, tapi mereka ini bikin ulah.

Satu. Ada kecoa di dalam oven listrik gue. Udah mah ovennya payah, ini ditambah lagi ada kecoa di dalamnya. Mungkin dia mau coba memanggang diri.

Dua. Pas gue ke bak cuci piring di belakang, ada dua ekor cicak. Bukan pacaran lho. Karena kebodohan mereka sendiri, mereka nyemplung ke dalam bak yang licin (walau kering) dan ga bisa keluar lagi. Akibatnya harus gue bikinin jembatan dari sendok kayu supaya mereka bisa keluar.

Tiga. Tikus. Sumpah, tikus. Ga gede sih, tapi tetep ngeselin. Tahu apa yang bikin kesel? Dia wafat dalam posisi cantik yang meringkuk, di kolong meja makan. Mampus deh gue. Masalahnya gue sendirian. Kalo mau nurutin keinginan gue, gue ga mau ngurusin mayat itu. Tapi kalo bukan gue, siapa? Masa mau gue biarin berhari-hari di sana dan mengundang penghuni lainnya ngerubutin dia? Akhirnya dengan mengumpulkan nyali dan berdoa kenceng-kenceng, gue menyodok-nyodok dia pake sodokan sampah, gue masukin kantong kresek dan gue sorong-sorong tuh kantong ke depan biar diangkut tukang sampah besok pagi. Semoga Tuhan mengampuni dia (karena bikin gue panik) dan Tuhan juga maafin gue (karena gue memperlakukan dia dengan kurang hormat, disodok-sodok aja gitu).

Untung ga pake acara ada kalajengking di kamar mandi kakak gue! Kalo ada, lengkaplah sudah..

Thursday, August 28, 2008

Hujan

Tadi sore, Jakarta baru diguyur hujan. Lumayan deras, dan mendungnya udah dimulai sejak pukul setengah lima, yang membuat langit seperti udah jam enam lewat. Sepertinya musim hujan akan dimulai.

Dan hujan pun turun. Setelah ga hujan sekian waktu lamanya, yang paling berkesan buat gue selain bunyinya (dan hujan itu sendiri, tentunya) adalah baunya. Entah kenapa gue senang sekali dengan bau tanah yang baru kena siraman air. Ada sensasi yang muncul waktu menghirup napas dalam-dalam dan mencium bau tanah basah.

Sayangnya, di Jakarta kalau hujan ga terasa terlalu ‘permai’ atau ‘damai’. Di Bandung, kalau hujan udaranya dingin dan menyenangkan. Gue suka berdiri di ruang depan, mandang hujan dari balik jendela. Jalanan yang basah, butiran-butiran air hujan yang meluncur di dedaunan, pohon-pohon mahoni ratusan tahun di pinggir jalan yang ikut menyemarakkan suasana. Sendu, kelabu, namun menyenangkan pada saat yang sama.

Atau berdiri di teras di bawah naungan atap, sedikit kena tempiasan air hujan. ‘Tenggelam’ dan damai dalam mantel hangat tapi tetep ada dingin yang sedikit menyusup, sambil menggenggam secangkir coklat panas yang masih ‘ngebul’. Hmmm..

Semasa kecil di Tawangmangu dahulu, kalau hujan cuacanya lebih dingin lagi. Ya iyalaaaahh, namanya juga di lereng gunung Lawu. Di sini, hujan turun plus kabut tebal. Kalau yang ini judulnya males keluar rumah. Enakan berkumpul sekeluarga di dalam rumah yang hangat, bahkan sampai masang heater saking dinginnya! Kadang-kadang, sesudah hujan reda Papa ngajak kita jalan-jalan dengan mobil ke satu daerah yang agak lebih tinggi lagi tempat kita bisa ngelihat kota Solo terhampar nun jauh di sana, dan waktu kabutnya menghilang,..breathtaking. Kalau hujannya malam hari, yang paling eksotis adalah pemandangan pagi harinya waktu hujan udah berhenti. Rumput bener-bener hijau, wangi, dan basah. Butiran-butiran air bergulir.

Menulis ini bener-bener melontarkan diri gue sendiri ke masa lalu. Beneran, untuk sesaat barusan gue lupa ada di mana, karena nginget-nginget gimana rasanya hujan di sana.

Di Jakarta, hujan ga bikin udara terlalu dingin seperti dua daerah di atas. Cenderung lembab dan berat udaranya. Tapi gue tetep suka berdiri di teras belakang, ternaung canopy, memerhatikan hujan dan tetesannya yang membuat genangan rendah. Selain itu, gue punya kesan mendalam tersendiri tentang hujan di Jakarta. Heart-warming things yang terjadi di kala hujan, dan angan-angan.. Atau menikmati hujan yang menerpa kaca mobil, menyusuri jalanan basah yang penuh lampu warna-warni, ditemani jazz. Gue jadi ga sabar menanti-nantikan musim hujan.

Ada yang mau berbagi pengalaman menyenangkan tentang hujan? :)

Animasi


Wall-E.
Gue nonton film ini dua kali dalam jangka waktu hanya tiga hari. Hehehe… Sekalian memanfaatkan promo buy 1 get 1 debit card salah satu bank tempat gue nabung.

Film ini termasuk salah satu film yang begitu menyentuh gue. Padahal cuman film animasi doang. Dari review yang gue sempet baca sebelum nonton, katanya inilah film animasi yang mengembalikan arti dari animasi itu sendiri sebagai gambar bergerak. Faktor ini juga yang mendorong gue tertarik untuk nonton, selain sepotong thriller-nya yang sempet muncul waktu nonton Kungfu Panda beberapa waktu yang lalu.

Dan bahwa kemudian gue nonton sampai dua kali, rasanya cukup bisa bilang gimana gue suka film ini. Selain moral inti ceritanya yang secara sarkastis, kasar dan mengerikan ngedekripsikan kemungkinan gambaran masa depan bumi akibat global warming kalau ga ditindaklanjuti dari sekarang (bumi yang kotor, ga ada kehidupan, bahkan semua penduduknya lari ke luar angkasa dan jadi gemuk karena begitu dimanjakan teknologi, belum lagi sampai harus ngirim robot ke bumi untuk nyari tumbuhan hidup!), gue juga suka dengan cerita ‘pembungkus’-nya, kisah cinta yang lucu antara si penghancur sampah Wall-E dengan Eve si robot cantik yang punya tugas nyari tumbuhan hidup. Emang dasar guenya aja yang suka ‘meleleh’ sama cerita-cerita model itu :)

Tetapi yang ditulis review itu tentang kembali ke hakikat film animasi, bener banget. Semuanya disampaikan melalui gerakan, perbuatan. Gambar yang bergerak. Ga ada dialog sama sekali. Ungkapan, perasaan, semuanya lewat perbuatan. Perubahan ‘sorot’ mata menggambarkan apakah si Wall-E atau si Eve lagi sedih, marah, tertawa, tersipu, terpesona. Wall-E yang nyeret-nyeret Eve pakai kabel lampu hias waktu dia tiba-tiba hibernasi setelah ketemu tumbuhan, Wall-E yang kesamber petir waktu mayungin Eve, Eve yang panik berat waktu Wall-E hampir penyet, udah mah kesetrum sampai hampir ga fungsi lagi, dan Eve yang sedih banget waktu setelah Wall-E-nya dibetulin malah jadi ga ngenalin Eve-nya lagi. Semuanya melalui sesuatu yang dilakukan, bukan dikatakan.

Action speaks better than words, indeed. A picture paints a thousand words, indeed. Dulu gue ga sependapat, sekarang menurut gue itu sangat betul. Kata-kata tidak cukup bisa melukiskan saratnya emosi atau perasaan, bahkan ada perasaan yang tidak bisa diungkapkan melalui kata-kata.

Tuesday, August 26, 2008

Semua yang campur-campur

Sebagian besar makanan atau minuman yang modelnya dicampur-campur rasanya biasanya enak. Tentunya mengikuti kaidah yang berlaku (kaidaaaaaahhhh.. Emangnya kaidah tangan kanan). Coba aja es campur, rujak, gado-gado, lotek, nasi campur.

Kenapa ya harus dimisalkan dengan makanan? Hmm.. Tau deh. Yang pertama kali muncul di otak adalah makanan, soalnya.

Ada juga model not dicampur-campur. Alhasil bikin chord yang ngga lazim (baca: agak bikin sakit kepala, hehehe). Namanya disonans. Di otak gue, highly associated dengan seseorang yang demen banget bikin chord disonans. Katanya sih, yang disonans-disonans ini semacam 'benang kusut' yang seringkali kita temui dalam kehidupan sehari-hari, yang kemudian mengawali suatu bentuk harmonisasi yang indah setelahnya. Jadi, seperti keindahan chord harmonis yang muncul sesudah yang disonans-disonans itu, begitulah juga kehidupan kita yang terasa bahagia sesudah masalah lewat. Gitu deh kurang lebih.

Yang dicampur-campur, ada juga model pelangi. Warnanya campur-campur, tapi membentuk sebuah keindahan. Bisa diasosiasikan dengan kehidupan majemuk dalam masyarakat kita. Walau berbeda, namun jika berdampingan justru bisa membentuk kehidupan yang damai. Eit, maap, itu bukan dicampur deng judulnya.. Disejajarkan. Kalau warna-warna itu semua dicampur, hasilnya cuman satu: putih. Itu kalau komposisi warnanya semua sebanding. Kalau ngga, judulnya butek.

Tapi jangan karena yang dicampur-campur itu biasanya enak, kemudian semua hal jadi dicampur. Perasaan yang dicampur-campur, emosi yang dicampur-campur, malah menimbulkan hal yang kurang baik.

Hmm.. Tiba-tiba jadi kepikiran es campur.. Sluuurrrrp. Yummy.

Wednesday, August 20, 2008

Ngalor..ngidul..

Tadinya niat mau ganti template, tapi karena belum ketemu yang bagus, jadinya ditunda dulu. Merhatiin gambar fish bowl di atas, jadi inget dulu waktu di kantor lama kalau mau media briefing, pasti salah satu tugas gue adalah bawa-bawa fish bowl untuk tempat kartu nama jurnalis. Hmm, nasib anak bawang.

Heran juga sih, gimana caranya ya ikan-ikan sebanyak itu bisa dijejalin masuk ke satu bowl yang sekecil itu. Diskriminasi banget ga sih jika dibandingkan dengan dua ekor - yup, dua ekor doang - ikan di fish bowl sebelahnya. Tega banget ya mereka berdua. Udah gitu bowlnya lebih besar pula. Sementara temen-temennya yang lain berjejalan fighting for water dan ruang bergerak, kegencet sana-sini, pingsan pun kayaknya ga bisa berbaring (eh, ikan kan ga berbaring, ya.. Kayaknya yang bisa ngalahin adegan itu cuman butir-butir nasi atau cendol dalam gelas, dan lift FE Unpar jam 7.30 pagi.. angkot Kalapa-Dago aja kalah), mereka enak-enakan berdua. Mungkin mereka pacaran. Kalau udah gini, dunia emang serasa milik berdua aja.

Kuku telunjuk kiri gue berdarah. Kayaknya gara-gara bersih-bersih tadi. Ga yakin banget juga sih.. Masa baru sekarang lukanya. Omong-omong bersih-bersih kamar, gue menemukan sesuatu yang melontarkan gue ke masa yang belum terlalu jauh terlampaui. Booklet JakJazz 2007. Dan gue pun tersenyum-senyum sendiri.

Dari kecil dahulu, gue seneng banget sama dua 'wahana' berjudul ayunan dan perosotan. Seinget gue, pertama kali kenalan dengan mereka waktu masih di Tawangmangu dulu, sebelum gue memasuki sekolah. Mainnya di Taman Ria Balekambang seberang rumah. Ketemu lagi waktu di TK. Salah satu penanda adalah copotnya gigi gue untuk pertama kali. Ceritanya main perosotan. Terus kebentur di pipi. Waktu kejadiannya sih ga nangis. Pas pulang, kok kayaknya ada yang salah? "Ma, giginya kok goyang-goyang gini sih?" terus lepas! Baru deh nangis. Hehehe..

Terakhir kalinya gue naik perosotan adalah tahun 2006, di Italia. Waktu mau konser di luar kota. Karena kita nyampenya jauh lebih awal daripada jadwal, kita semua main-main deh di lapangan belakang gedungnya. Kebetulan ada semacam tempat bermain gitu. Ada perosotan.. Hihihihihi.. Sementara yang lainnya ada yang main voli (Ida sampai keseleo dengkul), sepak bola, gue asik menjajal perosotan. Hahahaha..! Ada fotonya di kamera temen gue, lupa gue minta.

Kisah gue dengan ayunan, gue selalu menggenjotnya sampai kayaknya gue mau bikin lingkaran 360 derajat. Hehehe.. Seru aja menantang angin. Kalau ada acara di villanya Ivan, gue ga pernah ketinggalan main ayunan. Baru-baru ini gue menemukan tempat main ayunan yang asik di Jakarta. Moga-moga dalam waktu dekat bisa ke sana lagi.

Gue sakit tenggorokan dan barusan minum obat, jadi ngantuk.

Monday, August 18, 2008

Dirgahayu Indonesiaku!

Perayaan kemerdekaan ke 63?
Agak sepi.. Entah karena kurang ada semangat orang-orang untuk merayakan kemerdekaan Indonesia yang walaupun jatuh bangun tapi berhasil mencapai angka 63, atau karena orang-orang lebih memilih merayakannya dalam keprihatinan, jadi ngerayainnya dalam ketenangan dan perenungan mendalam (hmm, sarcasm mode: on). Mungkin ada juga orang-orang yang lebih menikmatinya sebagai hari libur ketimbang sebagai peringatan hari kemerdekaan bangsa. Tapi, ga semuanya penduduk Indonesia begitu. Gue cuma menuliskan apa yang gue lihat dan gue rasa. Maaf kalau kenyataannya ga seperti itu.

Sejujurnya, mungkin gue sendiri adalah salah satu orang yang ga merayakannya dengan segenap semangat yang dimiliki. Ga terlibat dalam perayaan-perayaan apapun, dan memilih untuk menikmati adanya kemerdekaan itu. Bukan merayakannya dalam arti harafiah.

Namun sebagai pembelaan diri, semenjak gue masih kanak-kanak sejauh gue mulai bisa mengingat-ingat, gue ga pernah ketinggalan ngikutin tayangan upacara hari ulang tahun kemerdekaan di televisi, yang disiarkan langsung dari Istana Negara. Selalu ada excitement tersendiri lihat prajurit-prajurit yang baris-berbaris dengan pedangnya, keseragaman gerakan, sepatu lars putihnya, plus paskibraka yang cool dengan seragam putih-putihnya, deg-degannya naik ke podium untuk 'ngejemput' duplikat bendera pusaka, deg-degannya pas narik bendera (takut kebalik.. aduh amit-amit, ketuk kayu tiga kali), lalu marching bandnya.. Dan berpikir, wuah, apa rasanya ya menjadi salah satu dari mereka. Pasti bangga banget.

Di gereja, sebelum memulai acara kebaktian, majelis meminta semua jemaat untuk berdiri dan bersama-sama nyanyi Indonesia Raya. Entah guenya yang terlalu sentimental, seketika gue terharu dan tersadar bahwa, "Ya ampun.. Indonesia, negara kita ini, udah 63 tahun!"

Umur yang masih pendek, memang. Tapi seperti yang seseorang pernah bilang, gue telah menikmati kemerdekaan itu seumur hidup gue. Tanah dimana Tuhan menempatkan gue, di situ gue dilahirkan dalam keadaan merdeka, ga ada peperangan, ga ada pertanyaan tentang identitas bangsa, dimana gue dibesarkan, dibangun, dikasih makan, hidup yang cukup. Ga ada satupun alasan untuk tidak mengucap syukur. Daripada nyela-nyela pimpinan negara, lebih baik kita doain aja. Toh ga jaminan juga kalau kita yang ada di posisinya mereka kita bisa menjalankan apa yang kita tuntut saat kita tidak di posisinya itu.

Menurut gue, sekarang udah ga jamannya untuk mikir, "Apa yang telah Indonesia berikan untuk kita?", melainkan "Apa yang telah gue berikan untuk negara?" Menikmati kemerdekaan adalah salah satu cara untuk bersyukur. Cara lainnya yang tidak kalah penting adalah mengisinya, memberikan sebagai sumbangsih. Kita masing-masing punya fungsi; tugas dari Tuhan. Sama seperti tangan, punya fungsi dalam kesatuan tubuh, kita pun punya fungsi yang harus dijalankan, sebagai bagian dari sebuah kesatuan negara kita ini.

"..janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih."

Merdeka!

Monday, August 11, 2008

Bersyukurlah..

Bersyukurlah..

Rasa syukur membebaskan mata kita dari hal-hal yang tidak kita miliki, sehingga kita bisa melihat berkat yang kita miliki.

Dalam setiap ketidakberdayaan, ketidakmampuan, keterbatasan, bersyukurlah bahwa Tuhan memelihara kita. Kita justru diberkati, karena Tuhan sendirilah yang akan memenuhkan kekosongan-kekosongan yang ada. Berbanggalah, berbahagialah, karena Tuhan sendiri yang akan melakukan segala sesuatunya untuk kita.

Hitunglah karuniaNya, kumpulkan berkat kita, buat katalog kebaikanNya. Napas, hidup, kesehatan, kaki yang kuat, makanan, keluarga, rumah, teman, waktu, kesempatan... Tuhan berikan semuanya untuk kita. Sebagaimana yang menurutNya terbaik untuk kita. Bukan menurut kita.

Bersyukurlah..

Thursday, August 7, 2008

Ragunan

Sebelum baca posting ini, it is highly advised to read the previous posting.

Taman Margasatwa Ragunan. Kembali ke sini adalah bernostalgia. Terakhir gue ke sini adalah bulan November 2007 silam, waktu gue masih terdaftar sebagai karyawan sebuah biro konsultan humas di bilangan Senopati. Waktu itu gue tergabung dalam satu tim yang kerja untuk sebuah bank besar di Indonesia yang menggalakkan CSR-nya dan menunjukkan kepedulian pada lingkungan, mereka ‘menggarap’ Taman Margasatwa Ragunan.

Turun dari Bus Transjakarta, kami beli karcis masuk. Masih sama dengan terakhir gue ke sana, harga tiketnya Rp4.500. Murahhhh banget ya. Sempat berdebat plus sok tahu soal luasnya kawasan ini (padahal dulu gue ikut nyusun fact sheet event), faktanya Taman Margasatwa Ragunan ini punya area seluas 140 hektar.


Hal yang mengusik kami adalah betapa kurang terawatnya kebun binatang itu, yang bahkan sudah terlihat sejak masuk. Sampah di mana-mana. Memasuki terrarium reptil yang didominasi ular, kandang-kandang kaca tampak kusam. Di kawasan aquarium, ikannya kasihan, yang badannya lebar-lebar punya ruang sama luas dengan ikan-ikan kecil. Di terrarium burung agak lumayan, kandangnya dibikin ga jauh beda dengan habitat aslinya. Si merak dengan sombong mengembangkan ekornya yang cantik, dan kepalanya memamerkan ‘mahkota’nya yang serupa kembang goyang. Ada juga merak yang lagi pacaran sama burung rangkong! Hahaha…



Kandang-kandang macan dihiasi tebing-tebing buatan. Di kandang-kandang primata sama, tapi ada ayunan-ayunannya. Ada bekantan yang baru bangun. Lalu ada hal yang kemudian mengejutkan gue dan membuat gue tertawa, yaitu tempelan tanda petunjuk lokasi bekas event dulu. Belakangan gue baru sadar, astaga, jadi selama 9 bulan tanda ini ga dicabut? Ga dibersihkan?




Berputar dan turun ke area hewan-hewan yang hidup dengan air, terhibur dengan kuda nil. Si hipo dan kawan-kawan sedang mandi dan membuat suara-suara lucu. Kandangnya dibuat serupa dengan habitat asli, cuman aja airnya yaaaaa… Si buaya juga sama.

Berputar-putar lagi, ngelihat unta, banteng dengan tanduknya yang memesona, orangutan. Beruang madu yang mata kecilnya memelas, kepanasan. Lalu beberapa ekor harimau yang hampir semuanya lagi berendam, sementara harimau-harimau yang di balik terali sibuk mondar-mandir dan mengaum-aum, mungkin sebel karena sempitnya ruang mereka. Harimau putih yang biasanya begitu cantik dan angkuh, tampak kurus dan merana, ngadep tembok melulu.

Mengelilingi area yang begitu luasnya memang melelahkan. Tapi cuacanya menyenangkan, langit biru bersih dan hawa ga terlalu panas. Bunyi desir pohon bambu menenangkan. Sebetulnya ‘liburan’ ini menyenangkan. Sayangnya, kondisi kebun binatang yang ‘sepadan’ dengan harganya. Kotor banget. Sampah berserakan di mana-mana. Jorok banget pokoknya. Kasihan hewan-hewannya, pasti stress banget hidup dengan lingkungan kotor kayak begitu. Gue jadi bertanya-tanya soal maintenance-nya. Dulu pihak pengelola pernah bilang, Taman Margasatwa Ragunan setiap tahun selalu dapat anggaran dari pemerintah propinsi untuk pemeliharaan, namun hampir setengahnya selalu ‘hilang’. Halooo?

Bagaimanapun, jalan-jalan ini menyenangkan. Jauh dari hiruk-pikuk mobil, asap. Lihat binatang-binatang yang lucu-lucu dan diciptakan Tuhan dengan indahnya, dengan pesonanya masing-masing. Menikmati kesempatan untuk menikmati keindahan ciptaan Tuhan lainnya.


Setelah semangkuk bakso dan Teh Botol, tiba waktu untuk pulang. Bus Transjakarta, here we come again…

Tamasya dengan Bus Transjakarta

Sejak harga BBM naik (sebenarnya gue hanya mencari kambing hitam atas status pengangguran gue yang ga punya penghasilan tapi maunya seneng-seneng melulu) gue dipaksa untuk mengencangkan ikat pinggang. Bukan karena supaya kurus, hehe. Maksudnya gue harus bener-bener hemat karena saldo tabungan gue makin lama makin sinting tipisnya.

Sebenarnya sudah lama terpikirkan untuk mulai belajar menggunakan fasilitas Bus Transjakarta. Tapi karena selalu ada mobil, plus malas, plus manja, rencana itu selalu tertunda. Kalaupun ga ada mobil, gue naik taxi. Ada aja alasan untuk gue menghindar dari keharusan naik Bus Transjakarta itu. Gue menggunakan bus itu cuman sebatas rumah - Arion Plaza. Hehehe.

Setelah kena marah nyokap gara-gara ngabisin uang di taxi doang, akhirnya gue bertekad kali ini gue bener-bener harus belajar naik fasilitas umum. Ga boleh cari-cari alasan lagi. Kebetulan kali ini ga ada mobil di rumah. Satu-satunya yang bisa ‘memaksa’, alias memotivasi gue adalah “gue harus pergi ke tempat yang jauh dimana kalau gue naik taxi, ongkosnya ga masuk akal mahalnya.”

Mikir, mikir, mikir… Ragunan keluar sebagai jawaban. Dan, gue terberkati dengan adanya dia yang mau menemani gue pelesir di Ragunan. Jadi gue mempersiapkan diri untuk ‘liburan’ satu hari ini. Perjalanan kan jauh. Dari Jakarta Pusat – hampir Timur – ke Jakarta Selatan, ujung pula. Intinya jauh. Sengaja mengosongkan dompet. Lagian sudah cekak pula. Bertekad ga nyari ATM. Harus bisa memanage uang yang ada. Lagian di kebun binatang mana ada ATM?

Ternyata? Seru dan asyik! Haha… Naik dari halte Utan Kayu, nanya penjaga halte di mana gue turun kalau mau ke Kuningan. Akhirnya kebayanglah sama gue stressnya pengemudi Bus Transjakarta itu, apalagi bus yang gue tumpangi tadi pengemudinya perempuan, dan gue kagum ngelihatnya. Orang-orang nyeberang seenaknya di jalur Busway, motor dan mobil yang bandel makai jalur Busway. Apalagi daerah Pasar Rumput. Udah mah jalur jalannya sendiri sempit, ditambah banyak mobil dan motor jalan ga jelas, semrawut, dan mobil-mobil yang parkir di pinggir jalan. Ribet banget. Kalau gue pasti udah ngedumel-dumel, neriakin orang-orang, maki-maki sepanjang jalan. Tapi selebihnya seru. Ga pernah sejauh ini gue naik Bus Transjakarta. Sepanjang jalan gue merhatiin dan ngitung jumlah halte, di halte yang mana dan keberapa gue harus turun. Takut kebablasan atau malah kurang. Tadinya mau sambil denger iPod, gue urung karena gue harus konsen ngedengar halte apa berikutnya. Atas petunjuk kondekturnya, gue turun dari bus koridor IV di halte Dukuh Atas, ganti bus koridor VI yang akan melanjutkan perjalanan gue ke Ragunan. Berdesakan, berebutan masuk dengan orang-orang lain. Akhirnya gue ngerasain berada di dalam Bus Transjakarta yang melaju sepanjang Kuningan, setelah selama ini cuman bisa ngelihat doang.

Terus melaju, para penumpang naik dan turun di tiap halte. Macam-macam penumpangnya. Ada ibu muda bawa dua anak kecil, ada bapak-bapak. Ada yang lusuh, ada yang penuh gaya. Mahasiswa, orang kantoran. Kadang bus penuh berjejalan, kadang kosong setelah melewati halte-halte tertentu. Awalnya berdiri, kemudian duduk, memperhatikan orang-orang turun-naik. Kadang-kadang pengeras suara yang bilang, “Pemberhentian berikutnya..” kadang si mas kondekturnya teriak-teriak. Hehehe. Teruuuuuus…. Melewati KPK, Pasar Festival, Kedutaan Besar Australia, Casablanca, Depkes, Menara Karya, Erasmus Huis. Halte Karet Kuningan, halte Kuningan Timur dan seterusnya… Berhenti di Pejaten tempat dia nunggu, hampir ketinggalan kalau ga gue panggil-panggil, bus terus melaju ke arah pemberhentian terakhir di Ragunan. Bus semakin kosong, ga ada lagi penumpang yang berdiri.

Sangat kurang dari sejam sejak gue berangkat dari rumah (biasanya kalau pakai mobil bisa sejam lebih), plus hanya dengan Rp3.500, bus mencapai perhentian terakhir, dan kami tiba di Taman Margasatwa Ragunan.

Ragunan, be prepare… Here we come!

Monday, August 4, 2008

Aku pingin...


Ada hal-hal menantang yang pingin banget gue lakukan kalau liburan. Beberapa di antaranya:
  • Naek banana boat. Keinginan ini muncul sejak masa masih pakai seragam putih abu-abu dulu, gara-gara waktu berlibur di Pulau Putri, Kepulauan Seribu. Gue cuman bisa snorkeling (plus takut disengat ubur-ubur) sementara dengan siriknya memandang orang-orang seru naek banana boat, nyemplung ke air dan jerit-jerit. Masalahnya adalah gue ga ada temen naek banana boatnya.. Ke sananya soalnya dalam rangka diajakin bokap-nyokap pas acara kantor. Yah yuuukk.. Masa gue ngajak bapak-bapak dan ibu-ibu naek banana boat?
  • Arung jeram. Mulai bener-bener pingin arung jeram-an waktu semasa kuliah dulu, salah satu temen gue muncul dengan mengeluh kulitnya terbakar total oleh matahari, sekaligus dengan bangganya bilang bahwa dia baru pulang arung jeram dari Sungai Citarik.
  • Parasailing. Gue pingin banget nyoba parasailing gara-gara waktu berlibur ke Port Stephens, Aussie, ada yang lagi parasailing. Membubung tinggi di langit, kemudian dengan sengaja diceburin ke air laut yang dingin oleh si pengemudi speedboat, sebelum kemudian ditarik lagi naik dengan kecepatan tinggi untuk melayang di udara. Sayang waktu itu kami ga punya waktu untuk bersenang-senang sendiri dan nyobain parasailing.
  • Paragliding. Dulu waktu masih kadang-kadang lewat Puncak, sekali waktu gue lihat ada yang lagi siap-siap buat melayang pakai gantole, alias paragliding. Mungkin itu rasanya terbang ya. Seolah punya sayap, melayang-layang, takut sekaligus excited.
  • Naek balon udara. Keinginan ini munculnya gara-gara waktu dulu dalam perjalanan dari Amsterdam ke Geleen, gue liat banyak balon udara menghiasi angkasa. Akhirnya bisa lihat itu dengan mata kepala sendiri, karena biasanya cuma bisa lihat di televisi. Aduh, jadi pingin.. Memandang hamparan bumi di bawah sana, penuh dengan warna-warna permai.

Kapan ya bisa tercapai semuanya? Mungkin suatu waktu.. Kalau gue udah punya cukup tabungan untuk melakukan itu semua. Mungkin ada yang mau menemani? ;)

Sunday, August 3, 2008

Sebuah renungan di Black Canyon Coffee

Crab croquette dan pinacolada.
Nyangkut di Black Canyon Coffee di kawasan Cipete.
Sendirian.

Bukan itu inti masalahnya sih.
Cuma, sambil memanfaatkan fasilitas wi-fi gratis, gue memilih tempat duduk berbantal empuk di balkon, open air. Jakarta lagi ga terlalu panas, cenderung menyenangkan cuacanya, semalam bahkan sempat hujan. Sayang gue ga bisa menikmati kesempatan yang bener-bener jarang muncul itu. Hujan di bulan Agustus?

Jadi gue sesekali melepas lelah mata dari layar laptop dan memandang jalan raya yang tidak terlalu ramai oleh kendaraan. Memandang lampu-lampu yang tidak seberapa meriah dibandingkan kawasan Sudirman, Thamrin, atau Kuningan, gue sering membiarkan pikiran gue melayang-layang.

Gue seringkali mikir, andaikan gue bisa mengembalikan waktu ke tepat 24 jam yang lalu - sekarang 18.40 - apakah gue akan melakukan hal yang sama lagi? Tentu tidak. Sudah tentu seharusnya tidak. Bahkan kalau keadaan sudah sangat baik, gue akan berusaha lebih keras lagi supaya bisa lebih baik lagi dari yang sudah ada. Jadi, apalagi kalau keadaannya tidak terlalu baik.

Tentu, gue ga boleh menyesal. Akhirnya, alih-alih menyesali hal-hal yang sudah terjadi (ga ada gunanya, cuma bikin tambah bodoh aja, toh memang ga bisa lagi mengulang waktu), gue sekeras mungkin mencoba untuk bersyukur atas apa yang sudah terjadi. Mensyukuri yang indah-indahnya, dan juga menjadikan yang kurang baik sebagai tamparan, batu loncatan, untuk gue boleh belajar melakukan lebih baik lagi lain kali, tidak mengulang kesalahan yang sama.

Toh, bukan tanpa tujuan Tuhan memperkenankan semua perihal terjadi dalam hidup gue. Gue percaya Dia lagi 'mengukir' gue. Bo, ya, yang namanya diukir itu sakit banget lho.. Disayat-sayat, dikupas bagian yang jelek-jeleknya. Jahitan 5 di kepala aja udah bikin gila. Tapi hasilnya? Cantik dan sempurna. Maksudnya bukan jahitannya. Melainkan prakarya Tuhan mengukir gue :)
Cuman gue akuin, gue kadang suka lupa meminta persetujuanNya saat mau melakukan suatu hal.

Cuman penyakit gue akhir-akhir ini sama.. Gue seringkali, sengaja dan tanpa sengaja, menyakiti hati orang-orang di sekeliling gue, yang menyayangi gue, yang gue sayangi. Bego banget gue. Gagal jadi berkat. Kehilangan sayap malaikat.

Yah, lagi-lagi gue mengingatkan diri sendiri untuk senantiasa bersyukur dan meminta pimpinanNya dalam melakukan segala sesuatu. Supaya semuanya baik. Gue yakin Ia akan memampukan gue memperbaiki hal-hal tersebut..