Thursday, October 25, 2007

Just smile..

Light up your face with gladness
Hide every trace of sadness
Although a tear may be ever so near
That's the time you must keep on trying
Smile, what's the use of crying
You'll find that life is still worthwhile
If you just smile

Kerja jadi marketing, sales, call center, PR, telemarketer, butuh stok senyum jauh lebih banyak daripada kerjaan lain. Setidaknya, semua kerjaan yang kerjanya ketemu orang, klien, baik secara audio (via telepon) maupun ketemu fisik. Itu yang gue rasain. Oke, kalaupun kerjanya ga ketemu orang, ketemu atasan juga harus punya stok senyum :P

Walaupun cuma lewat telepon, ga ketemu muka, senyum tetep dibutuhkan, karena itu akan pengaruhin nada bicara kita. Kalo kita lagi muram durja, walaupun orangnya ga liat kita, tapi pasti kerasa ada perbedaan dengan kalo kita neleponnya dengan ramah.

Di pekerjaan-pekerjaan itu, kita harus mengalahkan diri kita sendiri. Masalah pribadi, atau pun masalah pekerjaan, mau kesel kayak apapun, pas ketemu orang lain kita tetep harus senyum. Apalagi kalo orang itu ga ada hubungannya sama sekali dengan kekesalan kita. Kita ga punya hak untuk bete ama mereka.

Ini kejadian sama gue beberapa hari terakhir ini. Entah mungkin kecapean karena rangkaian konser, atau emang mood gue lagi acak-acakan, sampe kantor gue harus media konfirmasi. Hoalahh.. Belum lagi ditambah tekanan kerjaan yang numpuk. So little time so much to do.

Jadi, acara nelepon pun harus dengan senyum. Otherwise, yang ditelepon juga akan ga suka ama kita.

Seringkali waktu latihan, Ivan bilang, mimik itu penting kalo mau menghasilkan produksi suara yang bagus. Karena akan lain bunyinya kalo kita nyanyiin lagu riang dengan mimik cemberut.

Soal lainnya tentang senyum, senyum dan tertawa adalah cara lain mengolahragakan muka selain nangis. Kalo nyambungin dengan posting sebelumnya, di awal postingan ini disebut 'what's the use of crying', nah gunanya nangis adalah olahraga muka! -hahaha, tetep- Selain itu, nangis adalah cara lain, selain ketawa, untuk melampiaskan emosi. But anyway, semuanya punya waktunya masing-masing kan?

Gue punya motto, a smile when starting your day will brighten up the world for all day. And it really works for me :)

Monday, October 22, 2007

Mari menangis!

I hope you know, I hope you know
That this has nothing to do with you
It's personal, myself and I
We've got some straightenin' out to do
And I'm gonna miss you like a child misses their blanket
But I've got to get a move on with my life
It's time to be a big girl now
And big girls don't cry
Don't cry
Ini sepenggal dari lagunya Fergie, judulnya "Big girls don't cry".
Lucu juga mengingat dari pengalaman pribadi, seringkali sesuatu itu 'has thing to do with you'. Malah harusnya 'things'. Seringkali kelenjar air mata dipaksa olahraga justru karena something to do with other people. Ya, it's personal, karena hati kita yang sakit dan perasaan yang menderita, tapi itu pasti ada hubungannya dengan orang lain. Bahkan kalo kita nangis waktu kecil dulu karena digebukin nyokap, nangis karena sedih kan? Menurut pikiran anak kecil, "Duh, Mama ga sayang aku lagi." Kalo kita nangis karena patah hati, pasti ada orang lain yang ikut andil kan?
Lain halnya kalo nangis karena sedih kita ngerusakin mainan kita sendiri. Itu namanya menyesal, dan kebodohan anak kecil.
Dulu gue pernah nangis gara2 ga dijemput dari sekolah. Semua temen gue udah pulang, dan gue tinggal sendirian di sekolah. Masih siang sih, tapi anak 7 tahun akan berpikiran, "Huuu.. Aku dilupain Papa.." Nah, itu nangis model apa ya?
But back again, Fergie di lagunya bilang, I've got to get a move on with my life. Ini hal yang harus dipelajarin. Entah proses pembelajaran menuju kedewasaan, ataupun proses 'mengenal' seseorang. Kalo ga berhasil, ya harus move on. Jadikan ketidakberhasilan itu menjadi keberhasilan kita di lembar berikutnya.
Tapi trus dia bilang, it's time to be a big girl now, and big girls don't cry.
Gue agak ga setuju. Itu cuma sekedar ucapan untuk menenangkan anak kecil kalo orangtuanya udah ga punya cara lain untuk diemin anaknya. In fact, semakin besar kita, semakin sering kita nangis karena semakin banyak kita tahu hal2 jelek (ini kalo nangisnya bukan nangis bahagia) dan kita harus berhadapan dengan itu. Menyesal, sakit hati, menderita, kita pasti nangis.
Curhat: Gue pernah bangun subuh2 dan tiba2 berderai airmata selama sejam tanpa stop. Kayaknya semua cewek pernah mengalami itu. Ada seseorang yg pernah nanya itu sama gue, lucunya dia adalah salah satu yang bikin gue nangis :) Hihihihihi..
Airmata itu, atau nangis, baik untuk kesehatan. Itu adalah cara untuk mengolahragakan otot2 muka.
Mari teman2, kita nangis bersama!

Friday, October 19, 2007

Worst Excuses For A 'Sick' Day

This article is good. Explaining why and how to lie well :)

Taken from www.forbes.com, today (19 Oct), wrote by Matthew Kirdahy, titled "Worst Excuses For A 'Sick' Day".

What do murderers and members of the workforce milking their company for time off have in common? An alibi. Welcome to a discussion about lying to your boss and--sometimes--getting away with it. It's hardly criminal, so pardon the above analogy, but it could get you fired or at least ruin a colleague's day.

Everyone does it, and everyone knows it's shady. But whether or not that's the reason, managers appear more amenable nowadays to requests for these unscheduled days off.

In all likelihood, if you're reading this, you've lied to your employer at some point in your professional life so you could use a "sick" day when you're not actually ill. While you may not feel that you're an indispensable part of the operation, your unwarranted absence can cause a serious problem because someone usually suffers, even if it's not you.

Chances are, your boss has heard all the excuses in the book, so don't think you're reinventing the wheel when you call in before the day starts and say, "I was snowboarding off my roof last night while drunk and broke my leg" or "I'm feeling pregnant ... like my wife."

These are the kinds of responses Careerbuilder.com has gotten in a survey of hiring managers. The jobs Web site has conducted this research on sick-day alibis since 2004. In the last two years, the data have shown that 23% (2005) and 27% (2006) of managers have fired their employees for not having legitimate reasons for their "absenteeism."

After all, time is money to these people. According to CCH, a human resources information company, absenteeism costs large companies (those with 1,000 or more employees) an average of $760,000 annually. CCH no longer tracks what it costs these companies per employee.
The CCH research also tracks the reasons for absenteeism from 1995 to 2007. The data showed a marked decline in "personal illness" as a reason for calling out of work from 45% in 1995 to 34% in 2007. "Family issues" has always remained second, followed by personal needs, entitlement mentality and stress.

Careerbuilder.com offers one piece of solid advice: "Honesty is the best policy," said Jennifer Sullivan, spokeswoman for Careerbuilder.com. "Fortunately, more hiring mangers today and more employers today are much more understanding about needing that extra day off."
Note: "Day" is singular.

That's how the whole faking sick thing became a problem. People abused what had essentially become a privilege in the workplace by turning occasional into often. If you're fortunate enough to have a boss who is a human being, it's best to tell him or her that you're stressed to the max and need a day to use as few brain cells as possible, preferably slumped in front of the TV. Maybe you have other personal matters to tend to.

Addie Johnson will tell you. She's the author of The Little Book of Big Excuses, and she came up with the book idea when trying to juggle a "day job" with her pursuits in acting. She would think of 101 ways to call out of work for an audition.

In the book, she discusses the major pitfalls of calling in sick. Her best advice: "Don't call with every symptom known to man. Keep it simple sicky. If you're calling up with the flu, you don't need to tell your boss that you have nausea, vertigo and the shakes."

"Keep it simple, so you can get in and get out."

Thursday, October 18, 2007

Kepala vs. hati

Kenapa seringkali hati mengkhianati kepala, bukan sebaliknya?

Kepala bilang 'tidak', hati bersikeras bilang 'iya'. Pada akhirnya si hati yang cenderung menang, mengalahkan kepala dan akal sehat.

Rasanya gue udah pernah bikin posting tentang ini, entah kapan. Males browsing mundur lagi. Menandakan bahwa bukan cuma sekali ini kepala dan hati saling bersitegang, dan yang bikin tambah nyebelin, bikin orang yang punya jadi bete.

Kayak penyakit aja. Susah sembuhnya. Udah pernah dicoba untuk 'dioperasi' dan 'dikeluarkan', dengan harapan sembuh total dan bisa hidup biasa lagi. Tapi mungkin karena hati bermain terlalu dekat dengan api, muncul lagi penyakitnya. Munculnya di bagian yang sensitif, lagi. Padahal si kepala dari awal udah bilang, kalo ga mau kena bahaya, lebih baik mundur dan jaga kesehatan - jaga jarak. Mengabaikan peringatan itu, penyakitnya kambuh lagi deh. Akibatnya, sekarang metastase ke kepala. Sekarang jadi susah berlipat ganda. Ga mau keluar dari kepala. Ini bahaya, karena akal sehat dari kepala aja udah dikuasai penyakit itu.

Sekarang bingung deh gimana mau nyembuhinnya.
Penyakit yang muncul lagi yang baru bisa sembuh setelah dua tahun. Dua tahun menunggu dan mencari jawaban apakah itu bisa menjadi sebuah bakteri yang menguntungkan tubuh, atau malah menggerogoti dan bikin sakit. Kalo tahu bahwa itu akan jadi penyakit, udah sejak dulu gue tumpas dengan obat.

Hanya sebuah pemikiran. Orang yang galau biasa nulis sesuatu yang ga jelas.
Mungkin selama ini pun gue membohongi diri sendiri.
Tapi, sejujurnya, gue bahkan ga tau apakah gue mengharapkannya atau ngga.

Ada yang tahu cara ampuh untuk sembuh?
Ada yang tahu apakah kepala atau hati yang harus gue paksa sembuh?

Thursday, October 11, 2007

Discovery Travel and Living

Sejak masang jaringan televisi kabel Indovision sekitar bulan Maret kemaren, Discovery Travel and Living jadi salah satu channel favorit gue.

Isinya jalan2 dan makan dan pesta. Hampir semua shownya gue suka. Yang agak gue males nonton cuma Miami Ink. Isinya cuma tattoo2an. Paling ga seru deh.

Yang pertama kali gue tonton di channel ini adalah Five Star Insider, hostnya Angus Fontaine. Di iklannya, dia bilang sesuatu yang intinya dia adalah orang paling beruntung dengan pekerjaan yang paling hebat. Gue setuju banget. What experiences and trips he has. Luxurious banget. Kerjaannya jalan2, icip2 makanan enak, dan dibayar pula! Seperti dapet keuntungan dobel! Kita juga bisa sih, kayak dia, tapi bedanya kita harus keluar duit, sementara yang ini kan..huaaaaahhhh menyenangkan sekali! Tidur di penthouse, dapet layanan terbaik, dianter kemana2 pake mobil mewah, spa, massage, name it!

Terus ada Samantha Brown, yang spesialisasinya khusus keliling2 Eropa. Nama shownya Passport to Europe. Seneng banget jalan2 di Eropa! Menjalani seluruh daratan Eropa. Ada Perancis, Roma, Milan, Yunani, pokoknya semua pelosok Eropa. Bikin pengen ke Eropa lagi! Tiap ada tempat di mana gue (with my 'ancur' gang) pernah ke sana, gue pasti teriak2, "I was there! I was there!"

Terus ada acara masakan Asia yang hostnya Bobby Chin. Dia jalan2 keliling Asia dan menjajal dunia kuliner Asia, either dia yang masak or dia icip2. Sekali waktu dia pernah jalan2 di Hongkong (God I miss Hongkong), trus ke Kowloon (when we were in Hongkong, our hotel was is Kowloon), trus ada pasar yang depan hotel tempat kita nginep dulu.

Ada juga David Rocco yang khusus muter2 di Italia. Secara yaaa dia orang Italia. Ga perlu dibilang lagi betapa gue suka Italia. 2 minggu di Legnano n Milan,walau pas ngejalaninnya sampe hampir bosen, tapi setelah pulang, duh pengen balik lagi.

Lalu ada China Fast Forward yang didalangin David Wu. Dia jalan2 seputar Cina, Taiwan. Ada sekali waktu dia ke gedungnya Chiang Kai Sek, tempat kita dulu ngeronggeng di sana :)

Aaaaaahhhhhh pingin punya kerjaan kayak gitu!

Monday, October 8, 2007

Actions speak better? Really?

Action speaks better than words..

Masa sih? Apa iya? Buat gue, ada masanya action speaks better than words, tapi gue lebih sering mengalami, atau malah memilih, word speaks better than actions.

I'm a kind of people who needs statement through words. I prefer words. Actions also good, but it only supports. Actions supports words. Keduanya ga bisa berjalan seimbang, tapi akan saling mengimbangi. Kalimatnya agak ribet ya? Tapi gitu deh maksudnya.

Tapi toh itu hanya untuk beberapa kasus juga sih. Misalnya kalo gue sayang sama nyokap, I'm not the kind who will give statement such as "Mama, I love you", but I prefer to show it through actions. Toh ga mungkin ada anak yg ga sayang ama ibunya, kan?

Different way in romance situation. Sebagaimanapun hebatnya perlakuan si cowok sama gue, sedemikian jelasnya pun perhatian dia sama gue, tapi yang satu ini butuh pernyataan. Verbal. Statement. Ini bukan masalah status, tapi masalah hati n perasaan.

That's why I once said, "Semuanya tampak baik2 saja, semua tampak sempurna, tapi kenapa ga pernah ada kata2 itu ya? Apa sih yang salah?"

Maka jawabannya adalah "There is/was nothing wrong.. Hanya saja jalannya ga di sana."

At least I need statement, even it is only 'yes' or 'no'.

So, for everyone I know in this world, I love you.

Balada hair dryer

Hair dryer akan selalu jadi peralatan perang gue yang paling utama. Tanpa hair dryer, rambut gue akan jelek sepanjang hari. Bad hair day will effects more to me, than you ever thought.

Apalagi dengan rambut yang mulai gue panjangin - I need to makeover, really! - dan sekarang udah berbentuk bob dengan indahnya, kalo ga ada hair dryer, selamat lah gue. Bisa2 rambut gue ga ngembang, dan kempis aja, ga ada indah2nya. Dan gue ga suka kalo rambut gue ga sesuai dengan aturannya.

Dulu2 gue ga pernah pake hair dryer. Dia cuma dipake untuk saat2 genting aja. Misalnya, ngeringin buku tulis kalo kena ujan. Selain ngeringin si buku, hair dryer ini juga berjasa ngeritingin tuh buku. Kalo aja efeknya sama rambut sedemikian mudahnya..Ga perlu deh ngeluarin uang banyak2 untuk ngeritingin rambut. But anyway, toh rambut gue ga keriting, ga pengin dikeriting juga, so buat gue cukuplah peranannya sampe dengan buat ngeringin n ngeblow aja.

Beberapa hari yang lalu, si hair dryer ini mati pas lagi gue pake. Lagi mau buru2 ke kantor, tiba2 raungannya mulai melemah, melemah, kayak keabisan napas, tekanan darah yang turun terus... Pas gue liat bagian belakangnya, tiba2 kayak ada api kecil gitu, trus..

Mati deh dia. Aduh, kasian amat nasib si hair dryer yang setelah sekian lama mendampingi gue, bikin gue bahagia dan bikin rambut oke..

Situasinya cukup berbahaya buat gue. Untung gue masih punya satu lagi, yang biasa dibawa2 buat travel. Kekurangannya yang ini adalah - duh gue ga tau berterimakasih ya - doski kecil benerrrr bo.. Secara biasanya buat travelling. But it helped, really. Si kecil ini berjasa juga, walaupun gue jadinya selama beberapa hari harus bangun lebih pagi dari biasanya karena dia ngeringinnya lamaaaaaaa banget.

Then I bought the new one.
Ahhh, senangnya punya hair dryer baru! Warnanya merah, anginnya kenceng..

Saturday, October 6, 2007

Gue lelah!

The heat is continuing.

I find myself losing my self confidence at last, when a friend breaks a promise alias melanggar janji.

I don’t know apakah karena janjiannya dengan gue maka dia merasa it is fine to do that, or karena emang dia punya habit ga bisa memenuhi janji. I just don’t know, but when it happened several times, then I guess it is because it is me whom he made a promise to.

I’m losing my self confidence, dan gue sedih banget karena ternyata pernyataan gue kemungkinan benar. Once I told this friend that I’m not a significant friend for him; gue toh jarang dianggap sama dia. I thought I was wrong when this person replied, ‘who avoid you anyway?’

Bukan cuma sekali ini janjian ketemuannya batal terlaksana gara2 dianya punya janji lain. Okay, I’m just an old friend. Not the important one. Dia selalu punya janji2 yang lebih penting untuk ditepati daripada dengan gue. Gue sadar lah, gue bukan siapa2, pertemuan dengan gue sih bisa nanti2 aja, walaupun gue udah janjinya dari jauh2 hari. Berhubung dia tinggal di luar kota, mungkin ada orang2 lain yang lebih jarang ketemu dia daripada gue, so it is more important to meet them first. Actually, the real problem is not that; the problem is that he never told me that he had another meeting. This friend always left me behind, knowing nothing. Finally I always try to forget that he has forgotten we had an appointment to meet.

This is happened to me again today. Yesterday, I thought we had made an appointment to go hang out, since this friend told me he will be back to Jakarta for two days before headed back to the city he lives in. I have only a day, because I have to go to Bandung on Sunday. I was planned to go Saturday, but since he convinced me to go on Sunday, then I agreed. Malemnya, karena gue baru janjiannya sehari sebelumnya, I might ‘keduluan’, so I tried to confirm everything twice last night. But my message didn’t get a reply.

I tried again this morning, I even called, but he didn’t answer. That’s the time I started to worry if there’s anything happen to his cellphone, apa ilang, atau abis pulsa, or even he’s on something? I don’t know. So I messaged to the other number, which he finally replied.

Then, seperti yang bisa ditebak, temen gue ini udah ada janji lain, dan dia baru bisa pergi sama gue sore2an. Itupun belum pasti.

Trus kenapa ya dia ga ngasitau lebih awal, baru ngasitau belakangan, itupun sesudah gue SMS dia? Apa dia lupa punya janji dengan gue? Atau karena janjiannya dengan gue makanya dia merasa itu ga apa2?

Gue samasekali lupa dengan kebiasaan dia yang suka lupa bahwa dia punya janji dengan gue (as I told before bahwa gue selalu mencoba melupakan itu, krn seorang teman harusnya melupakan kebiasaan buruk temannya dan ngedoain supaya jadi lebih baik).
If I bring this up to him, I’m too afraid for being told as selfish, childish, or even too demanding. While, again, I’m just a friend. Not more than that.

But anyway, I slightly brought this thing up to this friend, bilang bahwa gue toh ga pernah dianggap. That was when he told me, “Who avoid you anyway?”

Akhirnya, dia bilang dia akan ngasi kabar jam 12 karena takut melanggar janji. I told him that I’ll wait. Nah, gue ga tau ya 12nya tuh siang atau malem, karena sampe gue nulis posting ini jam 5 sore, dia ga ngasi kabar apapun.

Apakah gue punya hak untuk kesal? Is it any wrong if I want to meet my friend, a friend who lives far away now? Is it any wrong if I want to spend a little more time because we rarely have time to hang out together?

At the end, gue jadi kehilangan kepercayaan diri gue. Apakah gue segitu ga pentingnyakah sampe dia bisa dengan gampangnya lupa bahwa gue ini ada? I guess I am… Dia bahkan lupa untuk ngabarin gue jam 12. I even checked my phone’s network just to make sure the network is fine so I won’t miss the message because of bad networking.

Gimana dia bisa memenuhi janjinya untuk pergi sama gue kalau bahkan janji untuk ngabarin aja dia ga bisa?
Apakah gue bisa menuntut hak gue sebagai teman?
Is it fine kalo gue mengalah dengan pikiran mungkin dia saking sibuknya sampe lupa ngabarin?
Apakah gue terlalu mengalah?

I decided to shut up. I decided to do nothing. Gue ga akan SMS untuk bertanya. I’m tired. If I’m not that important, then I guess I don’t have right to angry.

I also try to control myself when I find, this minute, the person is in YM, which he chooses to do instead of messaging me..

That's it. Gue lelah!

Thursday, October 4, 2007

The downs: What could be wrong?

Entah kenapa, my mood today is not in its best.

It might started from yesterday afternoon, but in my chaotic scene I didn't really feel it. Gue ga bisa ikut media training karena satu dan lain hal. Lalu, siangnya gue jadi bete setelah I called up my sister's friend who turns out to be my office's client, dia malah cuek2 aja. Gue kan jadi malu sendiri, kayak sok oke aja. Then, I rushed in preparing the copies of proposal we planned to be presented to the client. Alhasil, printernya jadi ngadat, mati, ga mau ngeprint, while in the same time I have to make 7 copies, and it was 3 pm already, so it was confirmed that we were late. However, the meeting went well (that was the only one good thing). We went back to office and got stuck. Ended up by went home at 8pm.

In the morning after, which is this morning, I lost my patience when a bunch of official cars cut my way seenak udelnya aja. And when I try to cut them again as my revenge, I nearly hit the last car! In fact, I think I've scratch it! Sumpah gue sampe deg2an.

Siang menuju sore ini my bad mood is mounting.
Kerjaan gue ada yg salah karena kecerobohan gue sendiri. Kenapa sih hal sesepele itu aja gue salah? Cuma salah ketik doang! Nyebelin banget! Pembelaan gue adalah gue copy paste template dari yg udah ada, berarti ga sepenuhnya kesalahan gue dong? Therefore I was excused becuase I'm still new at this. Dan gue ga suka dengan pernyataan itu. Ini bukan masalah gue masih baru, tapi lebih karena habit gue. Gue lebih rela disalahin karena sesuatu yg emang muncul dari guenya, bukan karena gue masih baru (agak aneh memang, but it's me). Trus juga masalah lain muncul. Actually it is not a big deal, tapi entah kenapa gue sensi berat hari ini. Kerjaan yang menurut gue udah bagus ternyata masih belum bagus.

Abis break makin males aja gue. Pingin cepet2 pulang. Setelah bales beberapa email buat klien, mendadak boost tuh si bad mood. Pada saat yang ga tepat one of my friends appeared on YM, and I know for sure that he usually good at healing my bad mood. Unfortunately mungkin karena guenya yang udah ngaco berat, gue malah marah2 sama dia and I said a quite sensitive thing about friendship, which I really regretted it right after those words came out.

Setelah itu, he informed me that I might go without Ida to Korea, because she was in a bad condition since she has been to tired that it might cause danger to her liver. Dan gue jadi sedih. Gue tau untuk kebaikan dia emang dia ga boleh pergi, but it still disturbs me. And I know my trip would not be as interesting as before. But why she doesn't tell me anything? Kalimat gue sebelumnya agak harsh, so change it to: I prefer to say that gue agak 'menanti2kan' kabar. She has not reply my SMS. Hmm, I think she probably busy, or even in the middle of the sickness. Who knows? But again it contributes also to my negative mood.

At the top, jadinya malah many questions popped up on 'why'. I know it's no good. So not good. I think I have to take anger or patience management. Kenapa sih begini? Kenapa sih begitu? Kenapa sih, kenapa sih, dan kenapa sih. Semua kekesalan itu hampir tumpah ke temen gue yg ketemu di YM itu. Buntutnya gue malah jadi merasa bersalah, karena toh ini bukan salah dia.

Sorry, my friend, for also bringing you down with me.

It's just one of my 'black' day.