Saturday, May 30, 2009

Tahun dan tanda

Kamis lalu, gue dan beberapa orang teman kantor berencana (sebenernya rencananya baru terbentuk menjelang jam pulang kantor) nonton Terminator: Salvation. Ga jauh-jauh, di Setiabudi One. Tapi karena sebagian dari kami baru kelar meeting dengan klien jam 7 malam, alhasil kita jadi agak terburu-buru ngejar film yang diputar 7.30. Udah punya tiket sih, tapi kan kesel aja kalau ga bisa lihat dari permulaan.

Anyway, bukan itu sih yang mau gue bahas.

Alkisah, semuanya bermula di tahun 2003. Singkat kata, loncat deh ke tahun 2018, dimana digambarkan di masa tersebut, ras manusia udah semakin berkurang, dimusnahkan oleh robot-robot yang hendak menguasai bumi, semua hancur lebur, bangkai-bangkai kendaraan berserakan, gedung-gendung tinggal runtuh... dan sebagainya.

Yang kemudian membuat gue berpikir, apakah ga gegabah ya, yang membuat skenario cerita ini? Maksud gue adalah, astaga, 2018 tuh cuma tinggal di depan mata! 9 tahun dari sekarang! Gue akan masih di umur 30-an, yang mana gue yang sekarang optimis bahwa pada masa tersebut, begitu banyak kelimpahan berkat dalam hidup gue. Yeah, oke, gue bukan peramal dan gue juga tidak akan pernah tahu seperti apa jalan hidup yang ada di depan, tetapi menurut gue sih terlalu gegabah, ceroboh, menggambarkan bumi dalam 9 tahun akan berbentuk seperti itu.

Banyak contoh-contoh ngawur yang sebetulnya udah ada sejak lama. Misalnya seperti Y2K sembilan (yup, sembilan!) tahun lalu, yang memunculkan isu tanggalan komputer akan ngaco, terus ada isu kiamat pula, ditambah ada film "End of Days", dan banyak rumor mengelilingi tahun millenium itu. Nyatanya? Semua aman-aman aja sampai sekarang. Sembilan tahun berselang dan isu-isu tersebut ga ada yang menjadi kenyataan.

Lalu ada lagi isu kiamat 2012. Katanya, itu adalah perhitungan ilmuwan-ilmuwan tentang usia bumi, lempengan-lempengan pembentuk bumi yang akan retak, daratan akan tenggelam, whatsoever itu, tapi, haloooohh! 2012 tuh tinggal 2,5 tahun lagi! Agak-agak gegabah menurut gue.

Memang, bukan berarti gue mengabaikan tanda-tanda jaman. Gue setuju, kita semua harus tetap waspada menghadapi tanda-tanda akhir jaman, bukannya ongkang-ongkang kaki dan semena-mena. Namun jangan terlalu gegabah deh. Bukan seperti itu caranya mengingatkan orang-orang tentang akhir jaman. Gue tidak menyangkal bahwa bukan tidak mungkin memang 2,5 tahun lagi akan ada kejadian-kejadian apa, justru gue setuju dengan kiamat bisa datang kapan aja. Tergantung Yang Punya Kuasa, Dia mungkin tinggal menghela napas doang, dan wuuuuuuttt... Habislah semuanya. Siapa tahu? Tapi dengan cara yang sama, jika Dia menghendaki, walau sampai habis bumi berlalu, sampai siang malam menyatu, manusia akan tetap ada dalam pemeliharaanNya, dan gue memimpikan tampilan bumi yang justru diliputi kemulianNya menjelang akhir jaman.

Menurut gue, bukankan lebih baik dalam menghadapi tanda-tanda jaman ini, kita melakukan apa yang terbaik dari kita seturut dengan rencanaNya? Tetap bersandar padaNya, membawa diri padaNya, semakin menjadi berkat bagi orang lain, semakin menjadi perpanjangan tanganNya?

Mungkin kita harus belajar untuk menjadi lebih bijak dalam menghadapi tanda-tanda akhir jaman.

Kok jadi serem ya?

Wednesday, May 20, 2009

indah

Siapa sih yang ga pingin jadi indah?
Membayangkan bunga matahari di padang rumput (bunga matahari tumbuh di padang rumput ga ya?), menantang angin, berseri-seri, ceria, indah, cantik.

Tetapi memberi diri untuk dibuat indah, itu hal lain. Tidak segampang itu menjadi indah, tidak hanya dalam semalam saja, tidak dalam sekejap mata. Memberi diri untuk dibuat indah, itu hal yang berat, penuh tantangannya. Ditempa, dibanting sana-sini.

Pernah membayangkan berlian? Untuk jadi indah, harus digosok, harus dimurnikan, ditempa. Setelah melewati serangkaian proses yang sulit, berat, menyakitkan, barulah dia bisa menjadi berlian yang seberlian-berliannya.

Melalui serangkaian pengalaman yang tiada henti selama hidup dan bernapas, aku ditempa, dibentuk, didewasakan. Memberi diri untuk dijadikan indah oleh Dia, jangan dikira isinya senang-senang. Namun upahnya, tuaiannya, amat besar. Memberi diri kepada Sang Bapa, berarti siap untuk diukir, dipahat, digosok sana-sini. Berarti siap untuk ditempa, didera, sulit, dengan airmata, dengan jeritan. Rasanya mungkin seolah-olah seperti Tuhan hilang atau bersembunyi, namun sebetulnya dalam keadaan diri kita yang paling rendah itulah kita diajar untuk mencari dan mendapatkanNya, dibantu untuk menyadari bahwa Dia selalu ada untuk kita, dibantu untuk menemukan Dia dan membiarkan Dia mencurahkan sepenuh-penuhnya kasih sayangNya. Belajar untuk bersandar penuh padaNya, belajar untuk mempercayakan segalanya padaNya, belajar untuk membiarkan Tuhan memeluk kita.

Bukan perkara mudah. Ada kalanya di saat-saat pemurnian yang menyakitkan itu kita berbalik, sedih dan marah. Padahal, Dia tidak pernah meninggalkan kita, selalu menemani kita dengan setia.

Suatu kali, pernah aku baca bahwa orang yang paling bersyukur adalah orang yang pernah dibawa oleh Tuhan sampai ke titik terendah dalam hidupnya, karena pada saat itulah ia benar-benar merasakan dibawa kembali naik olehNya, lebih indah, lebih mulia.

Kudatang ya Bapa dalam kerinduan
Memandang keindahanMu
Kuberikan segalanya semuanya yang ada
Kuingin menyenangkan hatiMu oh Tuhan

Jadikan aku indah
Yang Kau pandang mulia
Seturut karyaMu didalam hidupku
Ajarku berharap hanya kepadaMu
Taat dan setia kepadaMu Tuhan

Wednesday, May 13, 2009

Salah orang..?

Gue lagi senang mengangkat topik tentang hubungan.

Tadi pagi sambil berangkat ke kantor, gue mendengarkan (dan akhirnya jadi menyimak) siaran radio pagi sebuah stasiun radio terkemuka di Jakarta. Semenjak masih ngantor di tempat lama dulu gue selalu mendengar siaran radio ini di jalan.

Topik yang diangkat tadi pagi adalah perempuan yang (nasibnya) sering banget terjebak hubungan asmara dengan pria beristri. Bukan karena kesengajaan, tapi entah kenapa seperti 'kutukan'. Kejam sih kedengarannya, tapi yang gue maksudkan adalah karena itu berulang lagi dan berulang lagi.

Intermezzo: Ini membuat gue teringat salah satu khotbah di gereja, yang mengambil contoh seorang wanita yang selalu terjebak hubungan dengan laki-laki beristri, sampai-sampai dia datang ke pendetanya dan bertanya apa yang salah dengan dirinya.

Kembali lagi ke siaran radio tersebut, gue kaget juga mengetahui ternyata banyak sekali kasus seperti itu. Si radio berhasil mewawancarai beberapa wanita yang mengirim sms untuk berbagi hal itu, tentunya dengan tidak mengekspos nama. Bukan dengan sengaja lho, si perempuan menjalin hubungan dengan laki-laki beristri itu (kalau sengaja mah emang dianya aja yang kegatelan dan sinting), tapi lebih seringnya baru mengetahui bahwa si laki-laki ini beristri setelah beberapa waktu menjalin hubungan. Lalu putus deh. Ngerinya, itu berulang lagi. Si perempuan sampai bilang, "Apa sih yang salah dengan gue, sampai-sampai gue selaluuu aja didekati justru oleh pria beristri.." Itu sampai 2-3 kali berulang, katanya. "Kenapa sih ga cowok single aja yang deketin gue? Kenapa selalu terjebak sama cowok yang udah merid?"

Ada ya ternyata kejadian seperti itu?
Ini jadi seperti 'kutukan'. Tiap kali dekat dengan laki-laki, ternyata laki-laki ini udah beristri. Dan kasus ini bukan cuma terjadi sama 1-2 orang wanita, tapi banyak. Responden yang mengirimkan sms aja ada 50. Bayangin!

Prihatin gue dengan situasi ini.
Kemudian si penyiar bilang bahwa dia pernah bertanya dengan temannya seorang psikolog, kekuatan pikiran bisa turut mempengaruhi hal ini. Sang 'korban' justru harus mensugesti dirinya sendiri supaya ini ga kejadian lagi. Kalau dia memercayai (walau secara tidak sadar) bahwa udah nasibnya selalu didekati laki-laki beristri, maka itu akan terjadi lagi dan itu akan melekat sama dia. Ini akan menimbulkan trauma tersendiri yang bikin si cewek akhirnya ragu untuk membina sebuah hubungan.

Iya kan?
Yah, hanya sebuah pemikiran.

Tuesday, May 12, 2009

Sang Lelaki

Siapa sih Robert Pattinson?
Pemeran Edward Cullen di film Twilight.

Hari Sabtu lalu, gue dan dua sister magazine gue menjadi media partner acara ulang tahunnya Robert Pattinson. Seems to me bahwa seisi komunitas ini jatuh hati pada sosok si Edward Cullen ini, sesosok vampir ganteng (menurut gue ga ganteng) yang (menurut orang-orang lain) tipe lelaki yang sangat ideal bagi perempuan. Seolah tanpa cela, satu-satunya yang seakan menjadi kekurangan adalah karena dia vampir (yang bisa hidup ratusan tahun, dimana pada saat gadisnya menua, dia akan tetap muda).

Dia selalu ada buat Bella, lakukan apapun buat Bella, berikan segalanya buat Bella. Dia nemenin Bella waktu tidur di malam hari, walau yang bersangkutan ga tahu.

Intinya, sosok laki-laki yang amat sempurna.

Namun apakah memang sosok seperti itu yang diinginkan setiap perempuan? Gue sih percaya bahwa tiap cewek punya sosok lelaki idealnya masing-masing. Yang lebih-lebih bodoh adalah perempuan yang udah punya pacar atau bahkan menikah, tapi teteup bandingin dengan Edward Cullen. Astaga, get out deh.

Buat gue pribadi, kayaknya malah membosankan ya kalau cowok kita seideal itu. Justru, menurut gue, yang asyik adalah dengan belajar menyesuaikan satu sama lain. Belajar untuk ga egois, di saat yang sama belajar untuk berkompromi banyak hal dengan cowok kita. Melalui itu semua justru sebuah hubungan dibangun, diri kita makin dewasa. Agak tidak dewasa dengan semua hal harus mengikuti keinginan kita, seneng-seneng doang tanpa ada sedikit rasa sakit yang menjadi pembelajaran diri. Lalu juga dia menjadi overprotected akan kita. Ruang gerak menjadi terbatas.

I tell you.
I met this imperfect guy, we're going out together, banyak sekali tantangan, banyak sekali penyesuaian dari kedua belah pihak, banyak sekali airmata, namun ada juga banyak sekali tawa, ada banyak sekali halangan yang sudah dimenangkan bersama, banyak sekali pendewasaan, banyak sekali berkat.

What makes him perfect, is that he is so imperfect.
Edward Cullen bukanlah sosok ideal gue, walau mobilnya banyak, rumahnya besar, kekayaannya selangit, waktunya begitu tercurah buat ceweknya.