Wednesday, February 21, 2007

Everyone need mask to cover their face!


Sabtu kemaren gue pergi jalan2 sama temen gue. Pertama kita ngobrol tentang dia. Dia cerita tentang ex-nya, dan gimana dia ga ngerti tentang satu hal yang menurut temen2nya, itu bukan lagi sesuatu yg aneh or unik untuk diperdebatkan, sementara buat dia it was so big thing. She felt surprised to find that I agree with her. The circle thing, or should I say the square, really wasn’t nothing. Especially if you’re tightly connected to the circle, atau malah inside the circle. It wasn’t easy thing to cope with, although she was already inside another circle now.

We shared our issues, which surprisingly nyaris sama. I’m glad that she understands my feeling, my depression, my fears, because she experienced them too. Dia punya pertanyaan yang sama: apakah ini karena sifat kita emang gitu, because we’re childish and selfish sehingga sulit untuk overcome, ataukah karena keadaannya begitu sulit untuk dihadapi?


Dia cerita gmn dia juga fight dengan keadaan, dengan perasaan, how she tried to avoid the person but it felt so hurt and burned inside. And I said, the same thing happened to me… She knows exactly the way I feel.

Gue cerita bagian gue. My circle, my need to be needed, and all.
Later she said that she was kinda shocked to find out that I 'm kinda sensitive. Baca blog gue, dia sampe ga pcaya apa bener gue yang nulis atau bukan. Terlalu banyak kepedihan, terlalu fragile, seperti bukan gue yang nulis. Menurut dia, gue di blog sangat berbeda dengan apa yang gue tampilin di luar, yang easy going, cuek, ga mau susah, pokoknya orang yang freedom-minded banget. Dia bilang gue adalah orang yang malah jauh lebih sensitif dari dia.

So I said, I need a mask to cover my face. We’re all grown up, bukan lagi saatnya untuk bersikap suka2 tanpa memikirkan implikasinya. Kita belajar untuk menelan ego. But of course, not every time I wear it. Just most of my time. At least, gue butuh sugesti untuk diri gue sendiri supaya gue bisa maju terus, bahwa semua baik2 aja.

And then at last I asked her, had she cope the issues and made it to move on? I was so glad for her that she said she already moved on. Dia juga nyaranin gue untuk move on. The life must go on. Kita harus berjiwa besar dan berbesar hati. Temen gue ini kagum dengan kemampuan gue untuk berjiwa besar :)

It’s so glad to find a friend who thought differently from my other friends. Maksudnya, hampir semua temen2 gue menganggap gue adalah seseorang yang demikian adanya, yang keliatan oleh mata. Jarang banget yang nyadar bahwa gue juga punya banyak masalah, bukan cuma bagus2nya doang. Bukannya gue mengecilkan arti sahabat2 gue, but it’s really comfortable if there’s someone who knows exactly how you feel.

Lucunya, gue kemaren ini baca di majalah tentang ramalan gue. Ramalan itu bilang bahwa gue tuh orangnya butuh waktu lama untuk bisa punya sahabat dekat, dan itu karena gue jarang melibatkan emosi dlm pertemanan. Hmmm.. Bukannya ga baik yah melibatkan emosi? Beberapa kali gue nyaris jatuh gara2 emosi.

Anyway, this is life. This is a grown up process.

Let’s move on, move on. There’s no need to think about someone who doesn’t think of you.

No comments: