Thursday, January 29, 2009

komunikasi

Ini bukan soal yang berat-berat tentang komunikasi. Cuman sekedar berbagi pengalaman berkaitan dengan komunikasi yang gue alami akhir-akhir ini.

Komunikasi itu penting. Yap, bahkan kadal aja menganggap komunikasi tuh penting (ga tahu kenapa gue ambil contoh kadal). Bahkan sampai ada fakultasnya sendiri di perguruan tinggi. Nyatanya, sekarang ini gue banyak sekali dikelilingi manusia-manusia jebolan ilmu komunikasi, sampai-sampai gue bertanya-tanya apakah gue salah ambil jurusan (sebenarnya udah sadar dari kapan tahu sih..), seharusnya jurusan nyanyi-nyanyi.

Anyway, Marketing Director kantor gue mengemukakan pentingnya mendengar dalam berkomunikasi. Jadi inget salah satu posting di blognya mantan kantor yang berbunyi kurang lebih, untuk mendengar dibutuhkan keterampilan, skill, dan sebenarnya mendengar adalah sebuah talenta. Bukan hanya sekedar mendengar, tetapi memahami, mencerna, mengerti. Which is, kemudian dibutuhkan ruang lingkup pengetahuan yang sama antara yang didengar dengan yang mendengar. Itulah makanya kenapa kalau kita jualan, kita harus tahu kepada siapa kita jualan. Hmm, marketing banget yah.

Intinya, komunikasi itu penting. Mengutarakan apa yang kita mau, tidak mau, tidak suka, yang mengganjal, rencana, apapun, dalam konteks relationship baik pertemanan, persaudaraan, maupun asmara. Gimana dia bisa tahu kita lapar kalau kita cuma bilang, "Sayang, kayaknya nasi goreng itu lucu yah." (gue juga ga tahu seperti apa nasi goreng yang lucu itu.) Lebih pas kalau bilang, "Aku lapar. Mau nasi goreng itu." Bodo deh mau dibilang apa. Daripada jaim-jaiman terus pingsan kelaparan.

Komunikasi juga penting di saat kita butuh informasi akan apa yang kita ga tahu. Biarin aja dianggap bego, daripada ga tahu apa-apa dan ga nanya? You gain nothing selain bego sendiri.

Namun kadang-kadang susah juga kalau komunikasi ada, syarat-syaratnya terpenuhi, tetapi decoding alias penerimaannya salah. Atau proses penerimaannya salah. Bukan pengirimannya. Seperti apa yang terjadi sama gue tadi siang. Niat mau isengin dia, gue ngirim email pake email kantor. Isinya gombal, tapi untungnya ga parah. Lalu gue ketik alamat emailnya. Klik 'send'. Ternyata oh ternyata, mendadak gue inget bukan itu alamat emailnya...! Parahnya, udah terkirim dan ga mental, berarti memang ada yang punya alamat itu.

Antara kesel, geli, dan ketawa-ketawa sendiri, akhirnya gue ngirimin email kedua ke alamat itu untuk men-disregard email tadi. Haduhhh... Parah. Mana pake email kantor..

Ini pelajarannya: komunikasi itu harus memenuhi kriteria tentang siapa, apa, dimana, bagaimana, bilamana.

No comments: