Thursday, February 7, 2008

-no title-

Di suatu waktu dan tempat, ada seorang gadis yang baru saja berulang tahun yang ke-17. Pintu menuju kedewasaan, kemandirian. Penuh semangat, setelah diberi ijin oleh orangtuanya ia kemudian memutuskan untuk mengikuti kursus mengemudi demi mendapatkan surat ijin mengemudi.

Selang beberapa waktu kemudian, setelah ia mengikuti kursus dan melewati serangkaian tes mengemudi, ia dinyatakan lulus dan memperoleh surat ijin mengemudinya.

Di hari pertama ia mempunyai surat ijin mengemudi, ayahnya menyuruhnya pergi ke swalayan untuk membeli beberapa barang kebutuhan rumah tangga dengan menggunakan mobil. Ia akan ditemani dua orang kakaknya. Dan.. Ia dapat kesempatan untuk mengendarai mobil! Bukan salah satu dari kakaknya yang akan mengemudi, tapi ia! Alangkah senangnya ia.

Dalam perjalanan menuju ke swalayan, menjelang sebuah perempatan jalan ia melihat lampu lalu-lintas berubah merah, dan ia bersiap2 untuk berhenti. Namun, entah darimana, tiba2 saja melesat di depannya sebuah sepeda. Panik, bingung, tanpa disadari ia bukannya menginjak rem, malah menginjak pedal gas semakin dalam.

Mobil mereka menerobos lampu merah, sepeda tadi meluncur aman, dan sebuah truk besar melaju dari samping.

Mobil rusak parah.
Salah satu kakaknya tewas seketika, dan satu lagi kakaknya cedera serius. Ia sendiri luka2, namun tidak terlalu parah.

Ketika kedua orangtuanya mendengar kabar itu, mereka sangat cemas dan sedih, dan segera pergi ke rumah sakit. Mereka amat sedih karena salah satu anak mereka tewas. Setelah menengok kakaknya yang cedera serius, mereka mendatangi si gadis.

Si gadis amat takut. Ia tahu ia akan dimarahi habis2an karena begitu ceroboh dan menyebabkan kecelakaan, dan ia bahkan telah menewaskan salah satu kakaknya. Ia berdoa pada Tuhan semoga ia tahan menghadapi kemurkaan orangtuanya, dan ia pun mengaku betapa berdosanya ia. Saat orangtuanya mendatanginya, dengan penuh airmata dan penyesalan ia mengakui semua kesalahannya, bahwa ia patut dihukum, dan bagaimana ia merasa tidak lagi layak menjadi anak mereka. Ia meminta ampun, dan ia sungguh2 menyesal.

Di luar dugaan, orangtuanya malah memeluknya, mengatakan bahwa ia tetap anak mereka, dan mereka sedikitpun tidak marah. Mereka mengampuni dia, dan mengatakan bahwa semua itu bukanlah kesalahannya.

Mereka tahu bahwa rasa bersalah dan penderitaan yang muncul akibat perasaan bersalah itu telah menghukumnya. Itu semua telah cukup ia terima, bahkan mungkin lebih. Tidak ada gunanya menambah 'kesakitannya'. Alih2 memarahi, orangtuanya malah menangisinya, gembira bahwa ia masih hidup. Mereka berdoa semoga ia diampuni dosanya, dan mereka yakin bahwa Tuhan mengampuni ia.


Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan besar. Setiap orang pasti punya 'dark secret'. Jangan takut. Buatku, sudah cukup bahwa kamu menyesal dan kamu menderita karenanya. Buatku, sudah cukup bahwa kamu sudah mengakui segalanya pada Tuhan dan minta pengampunanNya. Buatku, sudah cukup bahwa kamu kehilangan sejumlah teman karenanya dan betapa kamu sangat sedih karenanya. Buatku, dengan itu semua kamu sudah mendapat hukuman.

Setiap orang berhak punya kesempatan untuk menjadi lebih baik. Dan kamu punya kesempatan itu, maka berubahlah. Aku ga peduli apa kesalahanmu. Tuhan sudah mengampuni kamu, jadi ga ada alasan buatku untuk ga memaafkanmu, walau aku cuma manusia biasa. Yang penting sekarang adalah berdamai dengan diri kamu sendiri dan diubah olehNya.
Time will not heal all your wounds, tapi waktu yang dibarengi doa dan usaha akan lebih banyak mengurangi kesakitan kamu.

Anyway, if someday you decide to tell, aku akan selalu ada. Semoga waktu yang kita punya menguatkan kepercayaan kita.

God bless you.

No comments: