Sunday, May 4, 2008

Walked-out interview

Pernah melakukan sesuatu yang gila banget sampe jadi ga percaya bahwa kita melakukannya? Gue sering. Tapi yang terjadi atas gue beberapa hari yang lalu menurut gue gila banget.

Ditelepon hari Rabu untuk konfirmasi tentang lamaran kerja yang gue submit di sebuah organisasi global non-profit, gue kemudian diberitahu bahwa sebuah email berisi kuesioner interview telah dikirimkan ke gue untuk diisi dan dikembalikan selambat-lambatnya keesokan harinya, Kamis jam 5 sore. Yang membuat gue agak heran adalah karena hari Kamis itu tanggal merah, 1 Mei. Hmm, agak aneh. But then ya sudahlah, dimintanya begitu masa gue mau nawar? Apalagi gue punya harapan cukup besar sama tempat ini. Sampai kemudian gue akhirnya mensubmit dokumen itu keesokan harinya jam 3 sore.

Malam itu juga, jam 7, gue ditelepon untuk interview keesokan harinya jam 9.30 pagi di kantornya di Jakarta. Dan sintingnya pada malam itu gue lagi di Bandung..! Jadilah gue seperti kebakaran jenggot, cacing kepanasan kena garam, apalah itu namanya, rusuh jaya nyari travel untuk pulang malam itu juga ke Jakarta. Sempet kepikir pula, rada gila juga ya nelepon untuk interview kok malam-malam gitu?

Tapi, gue optimis. Gue persiapkan diri gue sebaik mungkin, apalagi organisasi ini bergerak di bidang yang lumayan gue kuasain semasa kuliah dulu. Gue punya percaya diri.

Interview dimulai jam 9.30 pagi, dan pada saat itu ada 6 orang termasuk gue. Diawali perkenalan, rangkaian interview dilanjutkan dengan group discussion, lalu sesi games yang mewajibkan kami semua berperan sebagai public speaker, lalu ada role play, sesi tanya jawab, dan yang terakhir adalah pengumpulan petisi.

Sebelum seluruh rangkaian selesai, satu-persatu peserta berguguran. Eit, jangan salah sangka. Bukannya ga lolos. Tapi, berguguran meninggalkan medan perang karena keinginan sendiri alias walkout.

Ternyata deskripi pekerjaannya jauh sekali meleset dari perkiraan gue dan temen2 baru gue, setelah akhirnya belakangan kami ngobrol2. Kami ngiranya A, sementara ternyata pekerjaan yang ditawarkan adalah G. Jauh deh. Intinya, bukannya bermaksud sombong atau apa, kami overqualified. Oke, pekerjaan ini butuh hati, keteguhan, pantang menyerah, tapi bukan butuh hati, keteguhan dan pantang menyerah seperti yang kami kira. Oke, ga boleh juga menyebut diri overqualified, hanya aja kami ga sesuai dengan pekerjaan itu. Ga mengecilkan arti pekerjaannya lho, gue akui pekerjaan itu berat.

Alasan berikutnya, kompensasi. Oke, pekerjaan ini memang sesuatu yang sangat butuh idealisme tinggi, which is itu juga toh yang membuat gue semangat dan yakin. Tapi kompensasi tetaplah kompensasi...

Pada akhirnya, kami semua keenam-enamnya memang keterima. Tapi dari keseluruhan 6 orang, 4 orang walkout, dan itu termasuk gue. 2 orang pertama meninggalkan arena sebelum selesai, dan 2 orang kemudian (gue dan temen gue) walkout setelah menyelesaikan semua rangkaiannya. Gue rasa jarang sekali ada orang yang udah keterima kerja tapi malah memutuskan untuk walkout.

Agak sedih. Bukan karena faktor dari guenya, tapi gue agak kecewa dengan organisasi ini. Sayang aja, dengan nama besar, buat gue pribadi nampak seperti tidak sebesar itu.

Yah, satu pintu tertutup, pintu lain terbuka. Gue percaya bahwa di suatu tempat ada tempat yang lebih sesuai untuk gue, yang udah Dia pilihkan.

No comments: