Sunday, January 27, 2008

Januari 2008

Bulan Januari, bulan pertama di tiap tahun, kali ini tahun 2008, akan segera berakhir dalam beberapa hari. Bener2 ga kerasa, seems time goes too fast.

Baru juga awal tahun, belum apa2 gue udah harus berurusan dengan hal-hal yang cukup mengganggu. Bahkan warming up aja belum sempet, tahu2 udah ada ganjelan sana-sini.

Januari 15 adalah penanda bahwa pada tanggal itu di tahun sebelumnya gue hari pertama masuk kantor. Dan kenyataan bahwa sekarang gue udah ga kerja lagi, memaksa gue untuk sadar bahwa udah waktunya kembali ke dunia orang dewasa dan berpikir untuk masa depan dan memikul tanggung jawab. Memulai lagi.

Januari 22 hampir menjadi hari terakhir gue berteman dengan seseorang yang baru memasuki kehidupan gue 2 bulan sebelumnya. Kedua belah pihak jadi emosional, high-tense, plus stress jadi satu, dan keadaan diisi rasa marah dan putus asa. Kedua belah pihak hampir menyerah, gue diombang-ambing perasaan yang campur aduk, ga bisa berpikir, kesel. Temen gue malah udah hampir positif menyerah. I think it was a hard time, dan udah lama banget gue ga pernah ngalamin situasi ini. Tapi kemudian gue mencoba tenang dan mikir, temen gue ini, keputusan apapun yg dia ambil, kemungkinan didominasi keputusasaannya atas masalahnya sendiri, sementara gue 'cuma' dilanda kaget, kecewa, panik, marah karena tiba2 dia mau selesai berteman dengan gue.

Namun kemudian, singkat cerita, semua kembali baik, bahkan mungkin lebih baik. Gue ga tahu, tapi gue mencoba untuk menggunakan kesempatan yang diberikan dengan sebaik2nya. Gue bertekad ga akan menyia2kan apapun, dan gue dan temen gue ini memutuskan untuk mencoba berjuang.

Kemudian, ada hal lain lagi di bulan Januari. Keragu2an tiba2 muncul begitu aja di otak gue.
What if?
What if?
What if?
Dan semuanya dengan tone negatif. Semua hal tentang comparativeness, dengan gue sebagai patokan. Kesamaan, keseimbangan. Sesuaikah, dari semua aspek? Yang kemudian membawa gue ke pertanyaan yang sama, tapi dengan gue bukan sebagai patokan. Yang kemudian membawa gue melayang ke pertanyaan lain, dan lainnya, dan lainnya. Mungkin kegagalan2 sebelumnya yang memunculkan keragu2an ini. Gue kan belajar dari pengalaman -- dan harus belajar dari pengalaman -- dan gue ga mau gagal lagi. At least, harus ada sesuatu yang gue pelajari sebelum menceburkan diri ke dalam air.

Gue pikir, gue mau menjalani apa yang ada di depan mata aja. Gue memilih untuk hidup di saat ini. Gue adalah orang yang 'Live you life for today'. Masa depan memang penting dan perlu dipikirkan, tapi apa yang terjadi di masa depan tokh ditentukan kehidupan dan pilihan kita detik ini kan?

Kemudian muncul artikel lifestyle di koran yang mengatakan betapa ga pentingnya menggolong2kan orang. Plus lagi, lucunya, khotbah di gereja hari ini juga bilang hal yang sama. Perbedaan2 memang akan selalu ada, tapi daripada meninggikan diri dan membuat situasi jadi tergolong2kan dan terpecah, alangkah lebih baik kalau perbedaan2 tersebut disatukan dan membuat hal yang lebih baik. Lebih 'to the max' lagi kalau ternyata bisa mengeluarkan sisi2 baik satu sama lain...

Then, I guess, like He always does, He gives me answer(s) to my questions.

No comments: